JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak lebih kurang 200 lembar dokumen disita dalam penggeledahan yang dilakukan tim dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di sejumlah ruangan di Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Wilayah Jakarta Selatan, Tanjung Barat, Selasa (2/8/2016).
Penggeledahan ini dilakukan terkait kasus dugaan korupsi penerbitan sertifikat lahan fasos dan fasum milik Pemprov DKI Jakarta di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sarjono Turin menduga bahwa sebagian dokumen pengurusan lahan ini rekayasa.
"Dokumen yang kami curigai itu semua adalah semacam dokumen rekayasa begitulah, seperti pengajuan itu terbit sertifikasi terhadap lahan itu, juga ada dokumen lainnya berupa surat pernyataan," kata Sarjono di lokasi, Selasa.
(Baca juga: Tim Kejari Geledah Kantor BPN Jakarta Selatan)
Dalam kasus ini, Kejari menetapkan oknum BPN Jaksel berinisial AS sebagai tersangka. AS belum ditahan dan masih diselidiki.
AS adalah pegawai BPN yang menerbitkan surat hak guna bangunan (HGB) kepada IR, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan dan mengajukan penertiban sertifikat kepemilikan pada 2014.
IR juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. "Keterlibatan pimpinan masih kita periksa ya kita lihat," kata Sarjono.
Kasie Pidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yovandi Yazid menyampaikan, kasus jual beli ini berawal pada 2014, atau ketika BPN Jakarta Selatan menerbitkan HGB kepada IR yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan girik.
Oleh IR, lahan ini kemudian dijual. Padahal, lahan seluas 2.975 meter persegi itu telah menjadi milik Pemprov DKI Jakarta yang diberikan PT Permata Hijau dalam kewajibannya menyerahkan fasos dan fasum pada 1996.
"Girik itu diduga rekayasa juga. Untuk menerbitkan sertifikat itu BPN kan harus mengukur, enggak mungkin oknum itu enggak tahu itu tanah Pemprov," ujar dia.
Sebab, lanjut dia, saat lahan diserahkan ke Pemkot Jakarta Selatan pada 1996, pihak BPN juga ikut menandatangani penyerahan lahan tersebut.
Menurut Yovandi, sertifikat lahan itu lama tidak diurus oleh Pemprov DKI.
"Kan banyak tanah Pemda juga enggak ada sertifikatnya, ini makanya kami usut karena ada unsur rekayasa di sini," kata Yovandi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.