JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Pemprov DKI Jakarta Haratua Purba menilai gugatan yang diajukan nelayan atas surat keputusan pemberian izin reklamasi untuk Pulau F, I dan K tidak sesuai dengan aturan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Haratua mengatakan, sesuai Pasal 53 Undang-Undang PTUN, gugatan dapat diajukan jika ada pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara. Ia lalu mempertanyakan di mana kerugian nelayan sekarang ini.
Pasalnya, pulau F, I dan K belum dibangun meski SK pelaksanaan izin reklamasinya sudah turun.
"Pasal 53 UU PTUN itu, yang menggugat itu orang yang kena kerugian akibat keputusan tata usaha negara. Makanya tadi saya tanya ke saksi, ada kerugiannya tidak, dia bilang belum," kata Haratua, di PTUN Jakarta, di Cakung, Jakarta Timur, Kamis (4/8/2016).
Sehingga, kata Haratua, ia menilai gugatan tersebut tidak sesuai dengan aturan PTUN.
"Jadi gugatan baru bisa diajukan, kalau ada kerugian nyata di sini," ujarnya.
Zelvi Edi Asmara, nelayan yang menjadi saksi dalam persidangan mengatakan, jika pembangunan ketiga pulau itu direalisasikan, maka akan berdampak pada mata pencahariannya sebagai nelayan.
"Setelah reklamasi, jangankan untuk nabung, untuk kebutuhan saya saja enggak nutup. Istri saya yang dulu enggak jualan, sekarang mesti jualan (untuk nambah penghasilan)," ujar Zelvi.
Meski belum ada pembangunan Pulau F, I dan K, Zelvi bersaksi di rutenya melaut sejajar dengan rencana reklamasi, sudah ada pencemaran air laut. Menurut Zelvi, air di laut yang biasa ia lintasi terkadang berubah menjadi warna merah dan putih dan diduga disebabkan limbah.
Adapun sidang gugatan reklamasi ini akan dilanjutkan Kamis (11/8/2016) depan. Agenda sidang berikutnya masih akan menghadirkan saksi dari pihak nelayan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.