JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah kehabisan akal dalam menyusun pasal cuti bagi petahana pada pemilihan kepala daerah (pilkada).
Sebab, pasal cuti petahana kerap dipermasalahkan. Misalnya, di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tetang Pilkada terdapat pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, petahana diwajibkan cuti selama masa kampanye. Arief melihat, pembangunan struktur dan substansi Indonesia tidak didukung kulturnya, baik hukum maupun politik.
"Ini menyangkut pengawasan. Kalau kultur betul, ya petahana enggak bisa main-main, gentleman," kata Arief dalam persidangan soal cuti petahana selama masa kampanye, di Gedung MK, Jakarta, Senin (26/9/2016).
Arief menambahkan, bila kultur Indonesia baik, maka kecurangan petahana dalam menggerakkan birokrasi dan memanfaatkan program tidak akan terjadi. Selain itu, tidak perlu pengaturan soal cuti petahana.
"Saya mau katakan begini, ini kehabisan akal. Akhirnya pembentuk undang-undang mempersempit dan melakukan out of the box dan logika wajar supaya tidak ada deviasi dan ekses penyimpangan," kata Arief. (Baca: Jimly: Ahok Tetap Harus Cuti jika Uji Materi Diputuskan Setelah Pendaftaran Cagub)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terhadap Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. UU tersebut menyoal cuti selama masa kampanye bagi petahana.