JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira membantah pompa yang dipasang oleh perusahaannya di tiga titik wilayah Jakarta tidak layak.
Dia mengatakan, pompa tersebut belum berfungsi maksimal bukan karena perusahaannya memasang pompa dengan kualitas buruk, melainkan karena dia sengaja mencabut pompanya sampai dilunasi oleh Dinas Tata Air DKI.
"Ini tinggal dipasang kembali langsung berfungsi itu. Jadi bukan bocor, memang saya cabut. Itu pun enggak semua, kalau saya cabut semua, banjir Jakarta," ujar Danu saat menjadi saksi kasus pencucian uang atas terdakwa Mohamad Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Selatan, Senin (31/10/2016).
(Baca juga: Kadis Tata Air: Sanusi Minta Pembayaran ke Perusahaan Temannya Dipercepat )
Ia sekaligus menanggapi kesaksian Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan yang mengatakan bahwa Dinas Tata Air DKI Jakarta menahan pembayaran ke PT Wirabayu Pratama karena pekerjaan proyek oleh perusahaan itu tidak layak atau tidak sesuai perjanjian.
Sementara itu, menurut Danu, perusahaannya baru akan menyelesaikan proyek pompa-pompa itu setelah pembayaran dilunasi Dinas Tata Air.
Dia menjamin pompa bisa berfungsi dengan baik setelah pelunasan.
Adapun PT Wirabayu Pratama merupakan perusahaan rekanan Dinas Tata Air DKI terkait proyek pemasangan pompa ini.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan sebelumnya juga mengatakan, ia harus mengecek ke lapangan lebih dulu sebelum pembayaran dilakukan.
Hal ini untuk menyesuaikan spek pompa yang disepakati dengan yang dipasang perusahaan di lapangan.
Teguh menyimpulkan, pompa yang dipasang PT Wirabayu Pratama tidak layak sehingga dia menolak membayar proyek itu.
Sementara itu, menurut Teguh, Sanusi memintanya melalui telepon untuk mempercepat pembayaran kepada perusahaan Danu.
Adapun Sanusi merupakan kawan dari Danu. Dalam sidang sebelumnya, nama Danu disebut berkali-kali.
(Baca juga: Dinas Tata Air Tolak Bayar Pompa dari Perusahaan Teman M Sanusi)
Danu disebut membayar sejumlah aset untuk Sanusi dalam jumlah besar.
Dalam kasus ini, Sanusi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dia diduga melakukan pencucian uang dengan membeli lahan, bangunan, dan kendaraan bermotor.
Salah satu sumber pendapatan terbesar Sanusi dalam kasus pencucian uang adalah dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta.
Jumlah dana yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang ini mencapai Rp 45 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.