Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Siap Dicap sebagai Pengganggu Proyek MRT"

Kompas.com - 31/10/2016, 17:27 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahesh Lalmani bersama enam orang pemilik lahan di Jalan RS Fatmawati, Senin (31/10/2016), melanjutkan sidang gugatan terhadap Pemprov DKI Jakarta terkait pembebasan lahan untuk proyek MRT (mass rapid transit).

Di tengah upaya pemerintah mempercepat pembebasan lahan yang ditargetkan rampung akhir tahun ini, Mahesh menceritakan pahitnya pembebasan lahan yang dirasakannya.

"Saya siap dicap masyarakat sebagai pengganggu proyek MRT," kata Mahesh di toko gordyn miliknya, Toko Serba Indah, di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan.

Mahesh mengatakan, apa yang tengah diperjuangkannya kini adalah masalah prinsip benar atau tidaknya proses perwujudan MRT. Ia menyatakan, 1000 persen mendukung MRT tetapi tidak dengan proses yang salah.

Mahesh mengaku sejak MRT pertama dicanangkan pada 2011, pihaknya tak pernah diajak konsultasi soal MRT, hanya belakangan merasakan bisnisnya merugi. Mahesh menuturkan berbagai pendapatnya soal bagaimana MRT harusnya dibangun, dan menilai musyawarah yang dilakukan terjadi satu arah.

"Pemerintah mulai pembangunan sebelum lahan dibebaskan. Di Rencana Tata Ruang Tata Wilayah saja tidak ada MRT, kami belum pernah dikasih tahu secara jelas juga," ujarnya.

Soal pembebasan lahan yang berjalan alot sejak 2012, Mahesh menceritakan banyak warga melepas lahannya dengan harga NJOP bahkan di bawahnya karena pasrah kalah dengan pemerintah.

Ia menolak membenarkan langkah pemerintah. Bersama enam orang yang lahannya bakal jadi stasiun Haji Nawi, Cipete, dan Blok A ia mendaftarkan gugatan pada Juni lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Appraisal atau penilaian oleh konsultan yang kini dijadikan patokan pembebasan lahan, menurut Mahesh tidak sesuai dengan perundang-undangan. Ia merujuk pada pasal 34 ayat (3) UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Umum.

Pasal tersebut berbunyi: nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian.

"Baca pasal itu baik-baik, appraisal itu harusnya jadi batas bawah dan bukan maksimal ganti rugi kan?" kata Mahesh.

Mahesh menunjukkan pasal itu sebagai salah satu dari aturan yang ditabrak pemerintah dalam pembangunan MRT. Ia mengaku akan terus menggugat MRT hingga ke Mahkamah Agung.

Belum diketahui pula apakah konsinyasi atau pembayaran lahan melalui pengadilan bisa dilakukan di tengah gugatan perdata Mahesh dan enam orang lainnya.

Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, Bambang Eko Prabowo, enggan menjawab.

"Saya belum berani jawab dulu (apakah konsinyasi dibatalkan karena terkendala gugatan), nanti akan dicoba cari info validnya," kata Bambang.

Kompas TV Rampung 60%, MRT Akan Selesai 2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com