JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan, ancaman yang terjadi pada masa kampanye dan penyelenggaraan pilkada menjadi ranah yang ditangani Bawaslu.
Penanganan bisa dilakukan berdasarkan hasil pengawasan panwaslu di lapangan maupun laporan masyarakat. Untuk hasil pengawasan, Bawaslu harus menelusuri dahulu kebenaran informasi tersebut sebelum akhirnya diputuskan menjadi temuan atau dugaan pelanggaran.
"Pengawas itu mengambil keputusan bahwa itu temuan harus berdasarkan bukti-bukti yang memang bisa dipertanggungjawabkan," ujar Mimah saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/11/2016).
Kemudian, untuk laporan masyarakat, Bawaslu juga akan menindaklanjutinya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pilkada. Pelapor harus membawa bukti-bukti yang menguatkan laporannya.
"Dikasih waktu tujuh hari setelah diketahui, maka kota cross check dulu," kata dia.
Selain dilaporkan kepada Bawaslu, laporan ancaman kampanye dan penyelenggaraan pilkada juga dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian.
"Kalau mau dijadikan delik aduan, bisa disampaikan ke polisi. Enggak apa-apa, enggak masalah, kalau dianggap ada yang mengancam," ucap Mimah.
Ancaman pada kampanye terjadi pada pada pasangan cagub-cawagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Di media sosial beredar video orang yang mengancam untuk membunuh Ahok.
Selain itu, Ahok-Djarot juga dihadang saat berkampanye. Penghadangan tersebut terjadi di beberapa daerah di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Penghadangan terhadap pasangan cagub-cawagub nomor pemilihan dua itu menjadi hasil pengawasan Bawaslu DKI dan kini tengah ditelusuri.
Tim kampanye Ahok-Djarot juga telah melaporkan penghadangan kampanye tersebut kepada Bawaslu DKI pada Rabu (9/11/2016) malam.