Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buni Yani Tak Ditahan karena Dianggap Kooperatif

Kompas.com - 24/11/2016, 17:07 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Polda Metro Jaya memutuskan tak menahan Buni Yani meski telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Buni Yani sejak Rabu (23/11/2016) malam.

"Barusan pukul 16.00 WIB, pemeriksaan tersangka selesai dan untuk selanjutnya yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan," ujar Awi di Mapolda Metro Jaya, Kamis (24/11/2016).

(Baca: Ahok Enggan Komentari Penetapan Buni Yani sebagai Tersangka)

Awi menjelaskan, polisi memutuskan tidak menahan Buni karena alasan subyektif dan obyetif. Dari unsur subyektif, kata Awi, polisi berkeyakinan Buni tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

Sebab, semua barang bukti dalam kasus tersebut sudah disita polisi.

Sementara itu, untuk alasan obyektif, Buni dinilai kooperatif selama menjalani pemeriksaan.

"Dengan alasan itu, kami putuskan tidak menahannya," kata Awi.

Polda Metro Jaya menetapkan Buni Yani, pengunggah ulang video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat di Kepulauan Seribu, sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA.

Dalam kasus ini, Buni terancam dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.

(Baca: Buni Yani Jadi Tersangka karena Dianggap Menghasut)

Awi mengatakan, Buni jadi tersangka bukan karena mengunggah video Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu, akhir September 2016.

Namun, polisi menetapkan status tersangka terhadap Buni karena keterangan video yang dia tulis di akun Facebook-nya.

"Tidak ditemukan adanya perubahan atau penambahan suara BTP dari video yang di-posting. Video asli, hanya dipotong menjadi 30 detik. Perbuatannya bukan mem-posting video, melainkan perbuatan pidananya adalah menuliskan tiga paragraf kalimat di akun Facebook-nya ini," ujar Awi, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/11/2016).

Tiga paragraf yang ditulis Buni, kata Awi, dinilai saksi ahli dapat menghasut, mengajak seseorang membenci dengan alasan SARA.

Kompas TV Balada Buni Yani sang Pengunggah Video Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com