Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi: Dalil yang Dipakai Buni Yani di Praperadilan Tak Berlaku Lagi

Kompas.com - 14/12/2016, 16:00 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Agus Rohmat, menyebut dalil Buni Yani soal proses penetapan tersangka yang disebut menyalahi prosedur sudah tidak berlaku lagi.

Dalil yang dipakai Buni dalam permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Soal penandatanganan surat perintah penangkapan, yang bersangkutan mendalilkan dengan dalil Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 12 Tahun 2009. Telah kami jawab bahwa Perkap Nomor 12 Tahun 2009 yang dijadikan dasar pemohon, berdasarkan Pasal 101 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, (aturan) itu telah dicabut dan dianggap tidak berlaku," kata Agus usai sidang lanjutan praperadilan Buni, Rabu (14/12/2016).

Karena itu, Agus menganggap dalil pemohon dalam praperadilan itu sudah selayaknya ditolak oleh majelis hakim.

Terkait pengakuan Buni soal tidak ada gelar perkara sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka, juga dibantah Agus. Menurut dia, penyidik Polda Metro Jaya telah memenuhi tahapan itu sesuai aturan yang berlaku dengan melakukan gelar perkara biasa sebelum status Buni ditingkatkan, dari saksi menjadi tersangka.

"Gelar perkara sudah diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012, jadi ada gelar perkara biasa dan ada gelar perkara khusus. Kami dalam kasus ini telah lakukan, sesuai dengan Pasal 69 dan Pasal 71 Perkap tersebut, bahwa gelar perkara masuk dalam perkara biasa, dan itu sudah kami lakukan," tutur Agus.

Agus dan tim bidang hukum Polda Metro Jaya juga telah menanggapi pihak Buni yang menilai polisi memperlakukan dia secara tidak adil. Menurut Agus, penyidik telah mengikuti semua prosedur, termasuk pemenuhan alat bukti yang cukup untuk menjadikan Buni sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan).

Buni dikenakan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik terkait penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
TikToker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

TikToker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com