Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Pemaknaan Status Facebook Buni Yani Tergantung 3 Kemungkinan

Kompas.com - 16/12/2016, 20:45 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Krisanjaya, ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta, yang dihadirkan Polda Metro Jaya pada sidang praperadilan kasus Buni Yani menyebutkan tiga kemungkinan pemaknaan oleh pembaca terhadap status Facebook Buni yang kini menjadi persoalan hukum.

Tiga kemungkinan itu menentukan makna dari status Facebook Buni yang ditulis untuk mengomentari penggalan video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada September lalu.

"Apakah pembaca hanya melihat tulisan status itu, cuma nonton videonya tanpa melihat tulisan, atau melihat keduanya yaitu tulisan dan video di status itu," kata Krisanjaya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat sidang lanjutan praperadilan Buni, Jumat (16/12/2016).

Krisanjaya mengaku telah melihat langsung apa isi status Facebook Buni dan menonton penggalan video pidato Ahok yang berdurasi 30 detik. Namun, Krisanjaya enggan menjelaskan lebih lanjut makna dari masing-masing tiga kemungkinan itu karena dia juga merupakan ahli yang bersaksi pada penyidikan kasus tersebut.

Meski begitu, Krisanjaya menekankan ada perbedaan mendasar dalam suatu kalimat jika menggunakan atau tidak menggunakan kata "pakai". Dalam kasus yang kini dipersolakan  yaitu kalimat "dibohongi Surat Al Maidah 51" seperti yang ditulis Buni, dengan kalimat "dibohongi pakai Surat Al Maidah 51" yang sesuai dengan ucapan Ahok dalam video tersebut.

Krisanjaya mencontohkan makna keberadaan kata "pakai" dengan menyandingkan dua kalimat sebagai contoh yaitu,  "Kamu dibohongi pakai iklan" dengan kalimat "Kamu dibohongi iklan".

Kalimat pertama yang menyertakan kata "pakai" bermakna iklan menjadi alat untuk membohongi seseorang. Sedangkan kalimat kedua berarti iklan sebagai subjek yang berbohong.

"Maknanya bisa beda sekali, antara menggunakan kata "pakai" dengan tanpa kata "pakai", karena kata "pakai" itu verba. Bentuk formalnya memakai, tapi karena ini bahasa sehari-hari, jadinya pakai saja," kata Krisanjaya seusai persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Betolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Betolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com