Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dakwaan terhadap Ahok Dianggap Tidak Jelas, Ini Tanggapan Jaksa

Kompas.com - 20/12/2016, 15:01 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan penodaan agama menanggapi pernyataan tim penasihat hukum terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyebut dakwaan terhadap kliennya tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap karena tidak mencantumkan akibat perbuatan Ahok serta korban yang dimaksud secara jelas.

Menurut tim penasihat hukum dalam eksepsinya Selasa (13/12/2016) pekan lalu, Pasal 156a huruf a dan b KUHP utuh, tidak bisa dipisahkan menjadi huruf a yang mengatur pidananya, dan huruf b yang mengatur akibat dari huruf a.

Menanggapi hal tersebut, JPU Lila Agustina menjelaskan, penafsiran pasal tersebut bukan seperti yang dimaksudkan penasihat hukum Ahok.

"Bukan dirumuskan bahwa Pasal 156a huruf b KUHP merupakan akibat dari perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 156a huruf a KUHP," ujar Lila dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).

Lila menuturkan, baik Pasal 156a huruf a maupun Pasal 156a huruf b merupakan delik formil yang tidak mensyaratkan akibat yang ditimbulkan. Namun, apabila semua unsur delik terpenuhi, maka orang yang melanggar pasal tersebut bisa dipidana.

Lila menuturkan, apabila mengikuti pemahaman penasihat hukum Ahok, maka orang yang melanggar Pasal 156a huruf a harus mengakibatkan orang menjadi tidak beragama seperti yang diatur dalam Pasal 156a huruf b.

Selain itu, apabila Pasal 156a huruf a dan Pasal 156a huruf b diterapkan secara kumulatif atau utuh, maka pasal tersebut seharusnya dicantumkan dalam satu rumusan delik, bukan dibuat huruf a dan b.

"Jadi apabila jalan pemikiran penasihat hukum diikuti, maka tidak akan ada peristiwa yang memenuhi unsur delik Pasal 156a KUHP. Dan sampai saat ini belum ada satu pun putusan pengadilan Pasal 156a huruf a dikumulatifkan dengan Pasal 156a huruf b KUHP," ucap Lila.

(Baca: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Ahok)

Berdasarkan uraian tersebut, lanjut Lila, penasihat hukum telah keliru memahami struktur Pasal 156a KUHP. Oleh karena itu, JPU meminta majelis hakim mengesampingkan keberatan penasihat hukum Ahok.

Kemudian, terkait keberatan tim penasihan Ahok yang menyebut korban yang dimaksudkan tidak dicantumkan secara jelas dalam dakwaan, Lila menjelaskan arti golongan rakyat yang dimaksud dalam Pasal 156 KUHP, dakwaan alternatif kedua terhadap Ahok.

Golongan rakyat Indonesia dalam Pasal 156 KUHP adalah tiap bagian penduduk Indonesia yang memiliki perbedaan karena bangsanya, ras, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan, atau keadaan hukum negara. Adapun Islam merupakan salah satu agama yang dipeluk rakyat Indonesia.

"Golongan penganut agama Islam adalah salah satu golongan rakyat Indonesia yang tidak perlu dikelompokkan lagi menjadi organisasi pemeluk atau penganut agama Islam," ucap Lila.

JPU menilai tim penasihat hukum Ahok telah keliru memahami unsur golongan rakyat Indonesia dalam Pasal 156 KUHP. JPU juga meminta majelis hakim mengesampingkan keberatan tim penasihat hukum Ahok tersebut. Adapun Ahok telah didakwa dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP karena diduga menodakan agama.

Kompas TV JPU Bacakan Tanggapan atas Nota Keberatan Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com