Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Belas Tahun Berpolemik soal Jalan Berbayar

Kompas.com - 01/02/2017, 18:00 WIB

Program jalan berbayar dianggap ideal mengurai kemacetan Ibu Kota. Pembatasan kendaraan pribadi dengan memungut biaya untuk membangun infrastruktur dan menyubsidi angkutan umum massal dinilai bakal mengefisienkan ruang.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewacanakannya sejak 12 tahun lalu. Namun, sampai kini belum ada titik temu.

Kamis (26/1/2017), setelah beberapa bulan menjadi polemik, Pemprov DKI Jakarta akhirnya memutuskan menghapus ketentuan tentang teknologi komunikasi jarak pendek (dedicated short range communication/DSRC) frekuensi 5,8 gigahertz (GHz). Ketentuan itu sebelumnya tercantum pada Pasal 8 Ayat (1) Huruf c Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai penetapan satu jenis teknologi itu berpotensi melanggar aturan tentang persaingan usaha karena membatasi peluang penggunaan jenis teknologi lain. Padahal, ada teknologi lain memungkinkan untuk program jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP), seperti radio frequency identification (RFID) dan global positioning system (GPS).

Ketua KPPU Syarkawi Rauf berpendapat, ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Huruf c Pergub DKI No 149/2016 berpotensi melanggar Undang-Undang No 5/1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Oleh karena itu, KPPU merekomendasikan revisi Pergub DKI No 149/2016 atau menggunakan dasar hukum lain yang tidak bertentangan dengan aturan lain yang lebih tinggi.

Pergub DKI No 149/2016 juga dianggap tak sejalan dengan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama soal pengaturan sanksi dan pemungutan biaya. Sesuai UU ini, pengaturan sanksi dan pemungutan semestinya melalui peraturan daerah, bukan peraturan kepala daerah.

Terus molor

Tarik ulur program ERP terkait aturan tak hanya kali ini terjadi. Pada tahun 2009, rencana penerapan ERP ditunda karena kendala perundang-undangan. Pungutan kemacetan dianggap belum memiliki payung hukum. Sebab, tidak ada aturan yang mengizinkan pemungutan biaya kemacetan, bahkan kepada pengguna kendaraan pribadi yang dianggap turut menciptakan kemacetan.

Isu soal perlunya payung hukum bagi pungutan terus berlanjut. Pada Juni 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah tentang ERP. Namun, produk hukum itu perlu aturan yang lebih teknis, antara lain dari Kementerian Keuangan menyangkut tarif, pengadaan alat, dan jenis pungutan apakah pajak atau retribusi.

Ketika itu, sejumlah investor tertarik menyediakan infrastruktur, baik sistem maupun teknologi. Empat perusahaan mengajukan proposal, yakni Mitsubishi Heavy Industries Ltd, Q-Free, Iforte Solusi Infotek, dan PT IBM Indonesia. ERP ditargetkan bisa diterapkan pada akhir 2011. Namun, sampai awal 2012, program itu belum terealisasi.

Selain payung hukum, model bisnis, dan pilihan teknologi, polemik dan tarik ulur soal ERP berkutat soal perlu tidaknya penyediaan angkutan umum sebelum penerapan. Polemik soal ini bahkan terekam sejak Pemprov DKI mewacanakan penerapan ERP pada akhir 2004. Terobosan ini dianggap mendesak karena kemacetan semakin parah, sementara pertumbuhan jalan dan jumlah kendaraan semakin timpang.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah berharap bisa segera merealisasikan ERP. Menurut dia, meski akhirnya menghapus klausul jenis teknologi dalam Pergub DKI No 149/2016, sederet pro-kontra selama ini justru menghambat penerapan ERP yang digagas sejak belasan tahun lalu. Padahal, ERP dianggap paling ideal untuk membatasi kendaraan pribadi.

Teknologi DSRC dipilih berdasarkan kebutuhan teknis perekaman dan pembayaran serta fungsi penegakan hukum lalu lintas melalui tilang elektronik. Sebab, ada problem kepatuhan di sebagian pengguna kendaraan pribadi di Jakarta. DSRC merupakan teknologi generik yang bisa diproduksi oleh banyak vendor dan sudah digunakan secara luas di Eropa, Asia, dan Amerika. "Kami hormati masukan (revisi), tetapi risikonya mundur lagi," kata Andri.

(MUKHAMAD KURNIAWAN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Februari 2017, di halaman 26 dengan judul "Dua Belas Tahun Berpolemik soal Jalan Berbayar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Megapolitan
Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Megapolitan
Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Megapolitan
Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Megapolitan
Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Megapolitan
Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com