JAKARTA, KOMPAS.com - Fidel Husni alias Hasan, satu dari dua pengedar narkoba yang tewas ditembak polisi dalam pengusutan kasus peredaran narkoba jaringan Malaysia-Indonesia, ternyata merupakan mantan anggota polisi.
Fidel disebut dipecat dari kepolisian pada 2005. Dia kemudian ditangkap atas kasus narkoba dan divonis enam tahun penjara.
Namun karena ada remisi atau pengurangan masa penahanan, dia hanya menjalani sekitar empat tahun kurungan penjara.
Setelah bebas, Fidel kembali terlibat kasus peredaran narkoba. Hal itu diketahui setelah Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba menangkap pengedar narkoba jenis sabu di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.
Dari hasil pengembangan, jaringanan pengedar narkoba itu sampai kepada Fidel yang bertempat tinggal di Sumatera Utara.
"Yang bersangkutan mantan anggota Polri, pecatan," kata Direktur IV Tindak Pidana Narkoba Polri, Brigjen Eko Dianianto, di kantornya, Cawang, Jakarta Timur, Senin (27/3/2017).
(baca: Polisi Sita Senjata AK-47 dari Pengedar Narkoba Jaringan Malaysia)
Menurut Eko, dari tangan Fidel aparat juga menemukan senjata AK-47 dan pistol revolver. Setelah ditelusuri, polisi menduga senjata AK-47 milik Fidel merupakan senjata sisa konflik di Aceh.
Untuk senjata revolver, Eko mengatakan sedang menelusuri asalnya. Namun, dia menyatakan senjata revolver itu sama dengan yang digunakan Polri.
"Ini senjata (revolver) organik," ujar Eko.
Selain Fidel, tersangka lain yang ditembak yakni Azhari alias AI, karena berusaha melarikan diri saat petugas sedang mengembangkan kasus. Sementara tiga pelaku yang ditangkap hidup yakni Agussalim, Nanang Taufik, dan Munizar.
Dari komplotan pengedar narkoba itu, polisi mengamankan lebih dari 5 kg sabu, 1 tas berisi 5.000 butir happy five, dan 1 tas berisi 190.000 butir ekstasi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka yang ditangkap hidup dikenakan pasal 114 ayat 2, juncto pasal 132 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, subsider pasal 112 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal pidana mati.