Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Cecar Ahok soal Pidato di Kepulauan Seribu

Kompas.com - 04/04/2017, 21:30 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto mencecar terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, soal hubungan budidaya ikan dan surat Al-Maidah ayat 51.

Hakim menanyakan itu karena berkaitan dengan pidato Ahok di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.

"Maksudnya saudara itu apa, ikan dengan Al-Maidah itu apa hubungannya?" tanya Dwiarso, kepada Ahok, dalam persidangan yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2017) malam.

(baca: Ahok: Bagi Saya, Rizieq Shihab Itu Pembohong)

Ahok mengatakan dia mengutip surat Al-Maidah ayat 51 lantaran teringat saat situasi Pilkada Provinsi Bangka Belitung 2007. Di tengah pembicaraan di Kepulauan Seribu, Ahok melihat seorang ibu yang tak antusias mendengar pidatonya terkait program budidaya ikan.

"Saya tebak-tebak, apakah karena uang. Terlintas, ini jangan-jangan kayak di Belitung, orang polos, karena dia pikir dalam pilkada, harus bayar budi nih kalau milih program," kata Ahok.

Oleh karena itu, Ahok mengatakan, bahwa tak ada hubungan antara program budidaya ikan dan pilkada. Ahok hanya berharap masyarakat Kepulauan Seribu mau menjalankan program budidaya ikan tersebut.

"Saudara katakan, jangan-jangan seperti di Belitung. Apa itu? Panen (ikan) kerapu juga?" tanya Dwiarso.

"Bukan, selebaran menolak saya menjadi gubernur (Pilkada Bangka Belitung) 2007," jawab Ahok.

"Ya, ini hubungannya apa, saudara di sini ini (Kepulauan Seribu) bukan kampanye pilkada, sedangkan di Belitung peristiwa Pilkada 2007 masalah Al-Maidah itu. Gimana bisa sambungkan di pikiran saudara itu?" tanya Dwiarso lagi.

(Baca: Pengacara Ahok Ajukan 110 Bukti Tambahan dalam Persidangan)

Ahok mengatakan bahwa daerah Belitung kecil, sehingga warga saling kenal satu sama lain. Ahok pun cerita pernah berbicara dengan seorang ibu yang menyampaikan tak bisa memilih karena berbeda agama.

"Dia bilang, 'Mohon maaf, Hok, ibu enggak pilih kamu.' 'Kenapa?' saya tanya. 'Ibu takut murtad, meninggalkan agama ibu'," ucap Ahok.

Ahok mengaku teringat cerita itu saat berpidato di Kepulauan Seribu.

"Tadi sudah disampaikan dan dengar, 'Enggak pilih saya enggak apa-apa asal program jalan karena (masa jabatan Ahok) sampai Oktober 2017.' Lah terus hubungannya apa dengan Al-Maidah? Kalau sampai situ, saya masih bisa menghubungkan," kata Dwiarso.

Ahok menjawab bahwa alasan orang tidak memilih dia karena alasan selain program adalah keyakinan.

"Saya yakin sekali, orang nolak saya, selain program dari Bangka Belitung, masalah keyakinan. Baik dengan saya, tapi tidak bisa pilih saya," ucap Ahok.

Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Jaksa mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Kompas TV Kuasa Hukum Ahok Optimis di Sidang ke-17
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Megapolitan
BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

Megapolitan
Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Megapolitan
Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu 'Video Call' Setiap Hari?

Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu "Video Call" Setiap Hari?

Megapolitan
Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Megapolitan
Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Megapolitan
Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Megapolitan
Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Megapolitan
Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com