Rasionalitas sejatinya menunjukkan bagaimana seorang individu memutuskan sesuatu untuk meraih tujuannya. Seorang agen rasional diasumsikan akan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tersedia, peluang kejadian di masa mendatang yang diharapkan, hitungan potensi biaya-keuntungan yang diperoleh, serta konsistensi dengan pilihan-pilihan serupa.
Dalam memutuskan pilihan di pilkada, misalkan, pemilih rasional akan mengukur peluang kandidat untuk merealisasikan janji yang dibuat dengan membaca rekam jejak di masa lalu. Petahana memiliki keunggulan sebab lebih banyak memiliki rekam jejak historis dalam merealisasikan janji dibandingkan penantang.
Akan tetapi, di sisi lain keburukan petahana juga akan masuk dalam pertimbangan pemilih. Petahana yang memiliki perilaku buruk yang terus berulang di masa lalu tentu memiliki peluang lebih besar mengulangi perbuatannya di masa mendatang. Terlebih ketika perbuatan buruk tersebut memiliki risiko yang harus dibayar mahal oleh pemilih di masa mendatang. Misal kebiasaan petahana menghina agama lain yang berpotensi mengakibatkan keresahan sosial di masa mendatang.
Kurang tepat jika dikatakan bahwa kepribadian kandidat digolongkan ke dalam aspek emosional pemilih saja. Pemilih sebenarnya melakukan perhitungan biaya keresahan sosial di masa mendatang yang bisa dihindari akibat kepribadian kandidat.
Pemilih juga akan membandingkan peluang antara kejadian keresahan sosial yang terjadi seandainya petahana atau penantang yang terpilih. Sehingga, keputusan yang diambil pemilih sebenarnya merupakan sebuah keputusan rasional.
Teori rasionalitas yang selama ini berkembang tak luput dari kritik para ilmuwan sosial. Menempatkan rasionalitas sebagai satu-satunya cara berpikir mengabaikan aspek bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Sebab, pertimbangan rasionalitas semata-mata hanya mengacu pada perhitungan keuntungan dan biaya yang dikeluarkan oleh seorang individu saja.
Sebagai contoh dalam situasi prisoner’s dilemma, dua orang tersangka yang berada di hadapan penyidik secara terpisah bisa saja mengakui kesalahannya untuk memperoleh hukuman minimal. Jika salah satu mengaku dan tersangka lainnya tidak, maka tersangka yang tidak mengaku akan memperoleh hukuman maksimal. Sama-sama mengaku merupakan keputusan rasional dengan hasil optimal. Namun, dalam kenyataannya tidak semua tersangka mau mengakui kesalahannya. Inilah yang gagal dijelaskan oleh teori rasionalitas selama ini.