JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mempertanyakan siapa yang menjadi korban dalam kasus dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada kliennya.
Jaksa menuntut Ahok bersalah dan dijerat Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap golongan tertentu.
"Dari uraian JPU, maka dapat digambarkan bahwa di dalam kasus ini jaksa tidak bisa menyebut secara rinci, secara konkret, limitatif, dan pasti golongan mana saja yang menjadi korban dalam perkara ini," ujar pengacara Ahok, I Wayan Sudirta, dalam pleidoi yang dibacakan pada persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
(baca: Tak Ada Replik dan Duplik, Hakim Bacakan Vonis Ahok pada 9 Mei)
Menurut Wayan, dalam perkara pidana haruslah jelas siapa yang menjadi korbannya. Dalam tuntutan jaksa, kata Wayan, tidak dijelaskan siapa korban dari perkara tersebut.
"Apakah para ulama, para mubalig, para ustaz, para dai memenuhi persyaratan sebagai golongan dalam Pasal 156 KUHP, yang mana saja yang dimaksudkan itu? Maka prinsip jelas, cermat, lengkap, menurut hemat kami tidak terpenuhi," kata Wayan.
(baca: Ahok: Haruskah Dipaksakan Bahwa Saya Hina Golongan atau Agama?)
Sementara itu, pengacara Ahok lainnya, Sirra Prayuna, menilai pidato Ahok di Kepulauan Seribu ditujukan pada oknum politikus yang kerap menggunakan surat Al Maidah untuk menjegalnya.
"Yang dimaksud golongan itu menurut kami berkaitan maksud BTP (Basuki Tjahaja Purnama) golongan elit politik, sehingga kami anggap golongan yang dibicarakan JPU ini tak tepat," kata Sirra.
Jaksa sebelumnya menyatakan Ahok bersalah dan melanggar pasal 156 KUHP. Jaksa menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.