JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim advokasi Bhinneka Tunggal Ika-BTP, Teguh Samudera membacakan amicus curiae atau sahabat peradilan yang diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
LBH Jakarta membela terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena menilai bahwa pada masa pilkada yang seharusnya demokrasi ini, tidak ada lagi orang yang dijerat dengan pasal penodaan agama.
"Tidaklah berlebihan kalau kami mengetengahkan pernyataan sikap LBH Jakarta mengenai amicus curiae (sahabat peradilan) yang menyatakan dengan judul, 'Pasal Penodaan Agama sebagai Alat Kriminalisasi dalam Kontestasi Politik Pilkada DKI Jakarta'," kata Teguh.
Berikut amicus curiae LBH Jakarta untuk Ahok yang dibacakan oleh Teguh:
LBH Jakarta meluncurkan amicus curiae (sahabat peradilan) dalam kasus tuduhan penodaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama.
Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama dalam hal ini telah menjadi korban dari penggunaan pasal anti demokrasi (baca: Pasal 156a KUHP, pasal penodaan agama) di masa-masa Pilkada yang seharusnya demokratis. Hal ini adalah sebuah ironi namun nyata.
Baca: LBH Jakarta Bela Ahok soal Kasus Dugaan Penodaan Agama
Karena negara, dalam hal ini DPR RI dan Pemerintah RI masih belum menaati rekomendasi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS 65) yang menjadi dasar lahirnya pasal 156a tentang penodaan agama di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Majelis Hakim MK pada putusannya mengamini bahwa terdapat permasalahan dalam UU tersebut dan perlunya revisi terhadap UU penodaan agama.
Pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (27/09/16) sama sekali tidak masuk ke dalam tafsir agama. Ahok justru mengkritik subyek hukum (orang) atau para pihak yang menggunakan ayat-ayat agama (Al-Quran) untuk menipu pubilk dalam kegiatan politik.
Pernyataan Ahok tersebut pun tidak memenuhi itikad buruk/evil mind/mens rea yang disyaratkan harus dibuktikan dalam pemenuhan unsur-unsur pasal 156a KUHP.
Pernyataan Ahok dalam hal ini dilindungi oleh kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh pasal 28E Konstitusi, undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Penyebarluasan tafsir negatif di media sosial atas pernyataan Ahok tersebutlah yang sesungguhnya menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ada pihak ketiga yang memaknai pernyataan Ahok. Dimana pihak ketiga ini sendiri tidak mendengar, menyaksikan, mengetahui, serta mengalami langsung saat Ahok menyampaikan pernyataan tersebut.