JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mempertanyakan kejelasan golongan yang dimaksud dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurut pengacara, jaksa tak merinci siapa golongan yang dihina Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu beberapa waktu yang lalu.
Menanggapi hal itu, ketua JPU, Ali Mukartono mengatakan, dalam peraturan perundang-undangan tidak perlu diperinci siapa yang dimaksud golongan pada Pasal 156 KUHP.
"Di penjelasan itu disampaikan bahwa agama itu termasuk golongan, orang yang beragama Islam itu termasuk golongan. Tidak perlu golongan Islam itu FPI dan sebagainya tidak perlu," ujar Ali seusai persidangan di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Baca: Pengacara Ahok Pertanyakan Siapa Korban Kasus Dugaan Penodaan Agama
Ali menambahkan, dalam paragraf kedua Pasal 156 KUHP sudah dijelaskan siapa yang dimaksud dalam golongan tersebut.
Adapun Pasal 156 KUHP berbunyi "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, agama Islam cukup. Tidak perlu golongan Islam, dipecah lagi menjadi majelis taklim, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara".
Sebelumnya, Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mempertanyakan siapa yang menjadi korban dalam kasus dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada kliennya.
Baca: Ahok: Haruskah Dipaksakan Bahwa Saya Hina Golongan atau Agama?
"Dari uraian JPU, maka dapat digambarkan bahwa di dalam kasus ini jaksa tidak bisa menyebut secara rinci, secara konkret, limitatif, dan pasti golongan mana saja yang menjadi korban dalam perkara ini," ujar pengacara Ahok, I Wayan Sudirta, dalam pleidoi yang dibacakan pada persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).