JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim kuasa hukum Bhinneka Tunggal Ika (BTP), Edi Danggur, meyakini majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan memutus Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama bebas dari hukuman.
Ahok merupakan terdakwa kasus dugaan penodaan agama dan dijadwalkan menghadiri sidang putusan besok di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan.
"Kami berkeyakinan bahwa Pak Ahok akan diputus bebas oleh majelis hakim, dengan asumsi hanya terikat pada fakta-fakta persidangan, dan bebas intervensi serta tekanan massa," kata Edi melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (8/5/2017).
Edi memaparkan, keyakinan tim kuasa hukum bahwa Ahok bisa diputus bebas didasarkan pada sejumlah hal. Hal pertama, mengenai tuntutan jaksa penuntut umum yang menyebutkan unsur dugaan penodaan agama tidak terbukti.
Baca: Apa Kata Ahok jika Vonis Hakim Tak Sesuai Harapan?
Hal itu dapat dilihat dari tidak digunakannya Pasal 156a KUHP sebagai dasar tuntutan terhadap Ahok. Penuntut umum hanya mengenakan Pasal 156 KUHP kepada Ahok dengan menuntut hukuman satu tahun penjara dan masa percobaan dua tahun.
Adapun Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Baca: Polisi Minta Bantuan TNI Amankan Pembacaan Vonis Ahok
"Dengan begitu, hakim tidak mungkin lagi mempertimbangkan pasal penodaan agama itu dalam putusannya nanti," tutur Edi.
Pertimbangan lain, menurut Edi, tentang kesamaan unsur dalam Pasal 156a dan Pasal 156 KUHP.
Jika penuntut umum tidak menggunakan Pasal 156a, maka unsur tindak pidana menyatakan permusuhan terhadap satu golongan rakyat Indonesia dalam Pasal 156 dinilai ikut tidak terbukti.