JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim dalam sidang kasus dugaan penodaan agama menilai bahwa terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sengaja menodai agama. Hakim juga menilai ucapan yang disampaikan Ahok itu dikehendakinya.
Majelis hakim memiliki pertimbangan dalam penilaian tersebut. Hakim menilai, Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta tentu mengetahui bahwa persoalan agama adalah persoalan yang sensitif dan mudah menimbulkan gesekan antar-umat agama.
"Apabila ingin membicarakan terkait agama, seharusnya terdakwa menghindari kata-kata yang bersifat merendahkan, melecehkan agama," ujar salah satu anggota majelis hakim dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
Hakim menilai, Ahok mengetahui bahwa Surat Al Maidah ayat 51 harus dihormati. Namun, Ahok malah mengaitkan ayat tersebut dengan kata-kata yang memiliki konotasi negatif, yakni menggunakan kata "dibohongi pakai Surat Al Maidah".
Baca: Hakim: Kasus Ahok Murni Penodaan Agama, Tidak Terkait Pilkada
Hakim menyebut seharusnya Ahok berhati-hati dan menghindari penggunaan kata-kata berkonotasi negatif yang bisa menghina dan melecehkan simbol-simbol agama apapun. Sebaliknya, Ahok justru tidak berusaha untuk menghindari kata-kata berkonotasi negatif itu.
"Maka dalam hal ini, menurut pengadilan, ada niat untuk sengaja merendahkan atau menghina nilai kesucian Surat Al Maida Ayat 51 sebagai bagian dari kitab suci Umat Islam," kata hakim.
Majelis hakim juga tidak menerima alasan Ahok yang menyebut dia terbayang Pemilu di Bangka Belitung saat seorang ibu hanya diam saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
Ahok mengira ibu tersebut tidak mau memilihnya pada Pilkada DKI Jakarta karena ada kaitannya dengan Surat Al Maidah ayat 51.
Baca: Dengan Pengawalan Ketat, Ahok Langsung Masuk ke Dalam Rutan Cipinang
"Alasan ini tidak dapat diterima karena itu asumsi terdakwa yang tidak diduking fakta, sedangkan terdakwa tidak menanyakan langsung ke ibu itu apakah pengaruh Al Maidah atau hal lain," ucap hakim.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis hakim menilai bahwa unsur dengan sengaja dalam pasal 156a KUHP telah terpenuhi.
Oleh karena itu, mejelis hakim menilai Ahok terbukti menodakan agama dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara. Majelis hakim memerintahkan agar Ahok ditahan.