JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menduga ada suatu hal yang ganjil dalam kajian reklamasi Pantura Jakarta milik Komite Gabungan yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim.
Ketika masih dipimpin Rizal Ramli, Kemenko Maritim dengan tegas tidak akan melanjutkan reklamasi di Pantura Jakarta. Namun, setelah Rizal Ramli lengser dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan, Kemenko Maritim berbalik 180 derajat dengan menyebutkan bahwa pihaknya akan melanjutkan reklamasi itu.
"Seharusnya jika kajian itu obyektif dan ketika diulang dengan metode yang benar-benar obyektif maka kajian itu kalau diulang hasilnya akan sama (seperti zaman Rizal Ramli)," kata perwakilan KSTJ Rayhan Dudayev, di Jakarta, Senin (15/5/2017).
Oleh sebab itu, KSTJ begitu berhasrat bisa memperoleh informasi tentang kajian yang dibuat oleh Kemenko Maritim dalam Komite Gabungan.
"Kami ingin pastikan kajian yang dilakukan ini sifatnya objektif bukan subyektif. Nah tapi sampai sekarang kami belum dapat kajian itu baik dari Pak Rizal sampai kajian Pak Luhut. Kami jadi bertanya-tanya apakah kajian itu dibuat atau tidak," jelas Rayhan.
Rayhan menduga, selain subyektif sehingga mengapa ditutup-tutupi, kajian tersebut juga tidak komprehensif karena dibuat dalam waktu beberapa bulan saja, sementara reklamasi merupakan kebijakan untuk jangka waktu yang lama.
Kemudian, upaya permohanan pemberian informasi kajian reklamasi itu telah ditolak oleh Pengadilan Komisi Informasi Publik Pusat (KIPP).
Baca: Permohonan Pemberian Informasi Kajian Reklamasi Teluk Jakarta Ditolak
Namun, KSTJ tetap yakin bahwa kajian reklamasi itu adalah informasi publik yang sudah semestinya bisa dikonsumsi oleh masyarakat luas. Terlebih terdapat dissenting opinion dari hakim anggota Pengadilan KIPP yang menyatakan bahwa segala bentuk kebijakan, baik naskah akademik, riset, hasil-hasil rapat, dan kajian mesti dipublikasikan ke masyarakat.
"Informasinya harusnya bisa dilihat publik, baik lewat website, atau media-media lainnya. Tapi sampai saat ini di media-media kementerian manapun belum ada, sampai mana proses kajian berlangsung, juga tidak ada sama sekali," kata Rayhan.