Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malam Ini, "Dua Arah" di Kompas TV Bahas soal Pasal Penodaan Agama

Kompas.com - 18/05/2017, 18:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - KompasTV, televisi “Berita dan Inspirasi Indonesia” akan menghadirkan debat bertajuk ‘Pro-Kontra Pasal Penodaan Agama’ dalam program “Dua Arah”. Episode kali ini mengangkat topik yang masih sangat hangat seputar Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang dijatuhi vonis 2 tahun penjara.

Mulai pukul 22.00 WIB, Cindy Sistyarani, host program Dua Arah, akan menjadi moderator di antara sejumlah narasumber. Narasumber yang akan hadir adalah Anggara, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR); Asfinawati, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI); Arsul Sani, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP; serta Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS.

"Kasus Ahok ini menjadi momentum untuk membicarakan kembali pasal tentang penodaan agama. Apakah pasal ini masih layak dipertahankan atau sebaliknya harus dihapuskan karena mengekang kebebasan berkeyakinan warga negara. KompasTV menghadirkan narasumber-narasumber kompeten di bidangnya untuk beradu pendapat dan argumen pukul 22.00 WIB, dalam program Dua Arah," kata produser program Dua Arah, Budhi Kurniawan.

Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama kembali menjadi polemik pasca putusan terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pasal yang merujuk pada Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tersebut dinilai sudah tidak relevan untuk diterapkan.

Sejumlah aktivis HAM seperti Koalisi Masyarakat Sipil dan juga badan internasional mendesak  pasal ini  dihapus karena dipandang sebagai pasal karet. Pasal ini dianggap mengekang kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara.

Namun sebagian lagi berpandangan sebaliknya, pasal ini perlu dipertahankan untuk mencegah terjadinya kasus penistaan agama.

Baca: Pasal Penodaan Agama Diatur Lebih Detil dalam RUU Perlindungan Umat Beragama

Selain terhadap Ahok, pasal ini sebelumnya juga pernah digunakan untuk menjerat sejumlah orang, seperti Arswendo dan Lia Eden. Arswendo Atmowiloto pada 1990 membuat polling di Tabloid Monitor mengenai siapa tokoh idola menurut para pembacanya.

Hasil polling yang dirilis tabloid itu, nama Arswendo masuk ke dalam urutan ke-10, sementara Nabi Muhammad SAW berada pada urutan ke-11. Hal tersebut memicu kemarahan umat Islam yang berujung pada vonis 4 tahun penjara bagi Aswendo.  

Lia Aminuddin alias Lia Eden menjadi pemimpin sekte Tahta Suci Kerajaan Tuhan. Dalam ritual mereka, ada pemimpin yang mengaku sebagai Allah dan Jibril. Lia dan petinggi sekte tersebut kemudian divonis 2 tahun 6 bulan penjara.

Haruskah pasal ini dipertahankan?  

Nantikan perdebatan episode “Pro-Kontra Pasal Penodaan Agama” hanya di KompasTV, Berita dan Inspirasi Indonesia, dalam Program DUA ARAH, Kamis, 18 Mei 2017, pukul 22.00 WIB. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Megapolitan
Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Megapolitan
Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com