JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota pengurus pusat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Muslih Zainal Asikin, menilai tarif parkir yang kini diberlakukan di stasiun di wilayah-wilayah sekitar Jakarta masih mahal.
Dia menilai kondisi tersebut membuat masih banyak warga enggan beralih menggunakan transportasi umum jenis kereta dan memarkirkan kendaraannya di lahan parkir stasiun saat akan beraktivitas di Jakarta.
Menurut Muslih, mahalnya tarif parkir di stasiun di wilayah-wilayah sekitar Jakarta disebabkan adanya anggapan jika lahan parkir merupakan sumber pemasukan. Padahal, kata dia, lahan parkir seharusnya dianggap sebagai prasarana untuk mengurangi kemacetan.
"Ini kadang-kadang keliru, parkir-parkir yang ada di stasiun jadi profit center. Saya seharian harus bayar mahal akhirnya enggak jadi parkir. Akhirnya ke kota kendaraannya dipakai," kata Muslih, dalam acara “Kajian Mobilitas Urban di Indonesia: Peran Jasa Berbagi Mobilitas”, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2017).
(baca: MTI: Syarat Lahan Parkir untuk IMB Manjakan Pengguna Kendaraan Pribadi)
Saat ini, tarif parkir di stasiun-stasiun yang melayani KRL commuter line diketahui mencapai Rp 8.000 untuk sepeda motor dan Rp 16.000 untuk mobil.
Tarif tersebut merupakan tarif maksimal untuk kendaraan yang parkir seharian. Jika bisa digratiskan, Muslih menilai kebijakan itu harus diimbangi dengan pengenaan tarif parkir yang mahal di pusat-pusat kota. Dengan demikian, akan berlaku subsidi silang.
"Kalau saya menggunakan fasilitas publik yang ada di wilayah yang sangat mahal, seperti di Sudirman, pemerintah harus ngambil yang mahal. Sebaliknya di Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi harusnya free supaya orang terdorong pakai angkutan umum," ujar Muslih.