Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Ahok Harap Buni Yani Terbukti Bersalah

Kompas.com - 13/06/2017, 17:32 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - I Wayan Sudirta, salah satu pengacara dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berharap kesalahan yang dituduhkan ke Buni Yani bisa dibuktikan di pengadilan. Wayan mengingatkan bahwa dalam sidang kliennya, Buni Yani sudah disebut jaksa sebagai salah satu pihak yang meresahkan masyarakat atas unggahan potongan video pidato Ahok.

"Saya berharap kebenaran materiil itu bisa dibuktikan karena berdasarkan tuntutan jaksa bahwa salah satu penyebab keresahan masyarakat itu kan Buni Yani," kata Wayan ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (13/6/2017).

Dalam sidang tuntutan terhadap Ahok pada 20 April 2017, jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, ada andil dari Buni Yani yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat dengan opini bahwa video pidato Ahok di Kepulauan Seribu telah menodai agama Islam. Jaksa juga menyebut kasus yang menjerat Ahok itu bergulir setelah para pelapor menonton video yang diunggah Buni Yani.

Wayan berharap hakim memerhatikan fakta ini dan tegas mengadili Buni Yani.

"Saya berharap pengadilan bersikhap adil dan tegas, tidak memihak, tidak menganatirikan, tidak tebang pilih, tidak pilih kasih dalam mengadili warga negara," kata dia.

Dalam sidang hari ini, JPU mendakwa Buni Yani dengan dua pasal. Pertama, Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia dinilai telah mengubah, merusak, dan menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain ataupun publik berupa video Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Buni Yani juga disebut telah memotong video tersebut secara signifikan hingga berdurasi 30 detik, dari menit ke 24 sampai menit 25 lalu mengunggahnya ke akun Facebook.

Buni juga dianggap melanggar Pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 Undang-undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) jo pasal 45 huruf A ayat 2 Undang-undang RI nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11/2008. Jaksa menerangkan, Buni Yani telah menghilangkan kata "pakai" dan menambahkan caption "Penistaan Terhadap Agama dengan penjelasan Pemilih Muslim, serta kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik" dengan video ini tanpa seizin Diskominfo DKI Jakarta selaku pemilik rekaman.

Perbuatan Buni Yani dianggap menimbulkan kebencian atau permusuhan umat Islam terhadap Ahok. Menurut JPU, tambahan caption tersebut mengakibatkan adanya reaksi dari masyarakat, khususnya umat Islam yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan yang menjurus pada terganggunya kerukunan antar-umat beragama di Indonesia.

Baca juga: Buni Yani Didakwa Melanggar Dua Pasal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Megapolitan
Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Megapolitan
Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Megapolitan
Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Megapolitan
Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Megapolitan
Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com