JAKARTA, KOMPAS.com - Dahulu kala kondisi Kampung Teko atau yang saat ini dikenal sebagai Kampung Apung penuh rimbun dengan pepohonan.
Berbagai macam pohon seperti mangga, nangka, rambutan, kebun, dan empang menghiasi sudut-sudut perkampungan.
Bahkan, Rudi, salah satu warga yang sudah menetap 50 tahun sempat merasakan bermain di lapangan yang berada di Kampung Apung.
"Dari masih normal dulu kebun segala pohon nangka, rambutan, mangga ada empang juga ya pokoknya merasakan dari dulu sampai sekarang di mana masih bisa main tanahnya luas," ucap Rudi saat ditemui di Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (17/10/2019) malam.
Baca juga: Kisah di Balik Nama Kampung Apung, Berawal dari Kekompakan Warga Hadapi Musibah...
Kini kondisi Kampung Apung berubah drastis. Awal mula kemunculan air itu terjadi sekitar tahun 1995-1996.
"Tahun 1990-an, kalau enggak salah di 1995 sampai 1996 sudah mulai banjir secara permanen. Saat itu 30 cm kalau enggak salah, lalu keringnya itu lama kira-kira selama 3 sampai 4 bulan baru kering," kata Rudi.
Kondisi Kampung Apung berubah dan menjadi tergenang secara permanen. Dampaknya, beberapa warga memilih pergi meninggalkan rumah yang terendam.
Sementara mayoritas warga lainnya meninggikan rumah lewat cara menguruk dengan bekas puing bangunan dan kayu atau gala.