"Kalau memang mau diintegrasikan, saya kira (ojek) perlu disediakan space sebab sekarang ini kita lihat misalnya di Stasiun Palmerah, itu tiap hari macet gara-gara ojek, bus, mangkal di sana. Nah ini sebenarnya kalau memang kita anggap perlu, saya kira perlu difasilitasi," ujar Iskandar di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (1/8/2017).
Kendati demikian, kata Iskandar, ojek sebenarnya tidak diatur dalam undang-undang sebagai angkutan umum.
Sebab, kendaraan tersebut tidak stabil karena hanya memiliki dua roda. Selain itu, ojek tidak tahan terhadap cuaca atau tidak bisa melindungi penumpangnya dari hujan atau panas.
Namun, ojek terus berkembang karena dibutuhkan. Meskipun begitu, Iskandar menyebut ojek akan hilang pada kemudian hari.
"In the long term, (ojek) itu akan hilang dengan sendirinya karena alasan tadi, yang penting adalah jaringan angkutan umum itu baik, jadi jarak berjalan kaki menjadi pendek untuk mencapai angkutan umum," kata Iskandar.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono sebelumnya mengatakan, BPTJ akan memanfaatkan lahan-lahan di sekitar stasiun sebagai lahan pemberhentian ojek dan angkutan umum lainnya.
BPTJ akan menggandeng pemilik lahan kosong untuk menampung angkutan umum di kawasan stasiun.
Perseorangan bisa berinvestasi atau menjual lahan mereka. BPTJ juga akan bekerja sama dengan BUMN dan Pemprov DKI Jakarta.
"Seandainya ada lahan-lahan kosong di sekitar stasiun, bisa enggak kami manfaatkan untuk pengendapan. Jadi ojek-ojek, angkutan-angkutan umum, kami masukkan ke situ, dia tidak parkir sembarangan di pinggir jalan," kata Bambang.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/01/17572121/dtkj--ojek-perlu-diberi-ruang-di-sekitar-stasiun-