Surat edaran Dinkes tersebut berisi permintaan pada semua rumah sakit agar tidak menolak melayani pasien.
Poin pertama, pihak rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, tidak diskriminatif, dan mementingkan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan rumah sakit.
"Kedua, melaksanakan fungsi sosial dengan pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka," ujar Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Tienke Margareta, di Kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jalan Kesehatan, Senin (11/9/2017).
(baca: Kasus Bayi Debora, Ini 5 Rekomendasi Hasil Penelusuran Tim Kemenkes)
Pihak rumah sakit juga diwajibkan melayani semua penanganan medis gawat darurat, meski pasien belum bermitra dengan BPJS Kesehatan karena biaya akan tetap ditanggung BPJS Kesehatan.
Poin ketiga, rumah sakit diminta memberi pelayanan kepada pasien sesuai kemampuan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk menyelamatkan pasien. Poin keempat, pihak rumah sakit melakukan rujukan ke rumah sakit lain setelah pasien dalam kondisi stabil.
"Kelima, melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan dapat menerima pasien," ujar Tienke.
(baca: Orangtua Debora Masih Pertimbangkan Tuntut RS Mitra Keluarga Kalideres)
Pihak rumah sakit harus membuat surat rujukan, dan bisa menghubungi Jakarta Smart City untuk mencari lokasi rujukan, serta dilarang meminta keluarga pasien mencari tempat rujukan sendiri.
"Apabila edaran ini tidak dilaksanakan maka rekomendasi perpanjangan izin operasional rumah sakit akan dicabut Dinas Kesehatan," kata Tieke.
Tiara Debora meninggal dunia di RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, pada Minggu (3/9/2017). Penyebabnya disebut karena tidak mendapat penanganan medis lantaran uang muka perawatan yang diberikan orangtuanya tidak mencukupi untuk biaya perawatan di ruang pediatric intensive care unit (PICU).
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/11/18564191/setelah-kasus-debora-ini-instruksi-dinkes-untuk-rumah-sakit-di-jakarta