"Sudah ada, banyak yang meminta, tapi jumlahnya ya tidak signifikan," ujar Edison kepada Kompas.com, Jumat (24/11/2017).
Edison mengatakan, keputusan memfasilitasi para penganut aliran kepercayaan itu dilakukan dengan mengosongkan kolom agama. Menurut dia, jika dibebaskan mengisi nama aliran, akan kesulitan dalam pengategorian di database kependudukan.
"Di KTP kami buat strip saja, karena nggak muat, terlalu banyak. Kosong ya artinya dia penganut kepercayaan lain," kata Edison.
Di Jakarta Selatan, Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Selatan Abdul Haris mengatakan belum ada pemohon yang datang meminta kolom agamanya dikosongkan.
"Sudah bisa difasilitasi berdasarkan sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) versi 6, tapi memang pemohon yang datang sampai sekarang belum ada," ujar Haris.
Haris mempersilakan warga untuk datang ke kelurahan atau kantor dukcapil jika ingin mengurus pengubahan kolom agama.
"Prinsipnya kalau ada yang datang dan mau mengisi kolom agama dengan penghayatan kepercayaan tertentu, sudah bisa kami layani," katanya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan menyatakan kata “agama” pada pasal 61 ayat (1) dan pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, penganut kepercayaan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan enam agama lainnya.
Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan yang sama dengan pemeluk enam agama yang diakui pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan. MK menyatakan status penghayat kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di KK dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianutnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/24/15270351/dki-terima-pembuatan-e-ktp-bagi-penganut-aliran-kepercayaan