Dua tahun berlalu, aksi terorisme itu masih menyisakan luka bagi korban selamat hingga saat ini.
Ipda Denny Mahieu merupakan salah satu korban selamat dalam peristiwa tersebut. Saat kejadian, Denny berada di pintu pos polisi Sarinah, salah satu titik ledakan.
Jumat (23/2/2018) lalu, Denny dihadirkan jaksa penuntut penuntut (JPU) sebagai saksi dalam persidangan Aman Abdurrahman, terdakwa yang dituduh sebagai dalang aksi bom tersebut.
Aman didakwa menggerakkan orang untuk melakukan berbagai aksi terorisme, termasuk peledakan bom Thamrin.
Derita Denny
Dalam kesaksiannya di persidangan, hingga saat ini Denny mengaku tidak bisa tidur tanpa mengonsumsi obat pereda nyeri. Ia masih merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Kadangkala untuk berapa hari saya bisa tidur tidak dengan obat, tetapi kebanyakan saya pakai obat, Yang Mulia, enggak bisa tidur," kata Denny saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tak hanya itu, telinga kanan Denny sudah tidak bisa lagi mendengar. Ia seperti kehilangan harapan telinga kanannya dapat berfungsi seperti sediakala. Denny juga merasa kondisi badannya menurun sejak peristiwa itu.
Meski ia mengaku tak memiliki gangguan psikologis pasca-ledakan bom itu, ada satu hal yang ia sesali. Denny menyesalkan dirinya tidak lagi bisa bersujud saat menunaikan shalat.
"Saya alhamdulillah untuk psikologis, untuk rasa takut tidak (ada). Hanya saja dalam kejadian bom ini, Yang Mulia, satu saja, saya tidak bisa sujud lagi ke bumi," kata Denny.
Ia tidak bisa bersujud karena kondisi pahanya yang terluka parah. Ia pun hanya bisa duduk di kursi saat beribadah.
Selain paha, Denny menyebut bagian tubuhnya yang terluka parah adalah tangan kanan. Ia merasa hingga saat ini masih ada serpihan material bom yang tertanam di tangan kanannya.
Ia meminta dokter yang merawatnya melakukan magnetic resonance imaging (MRI).
Ajukan ganti rugi
Denny akan mengajukan kompensasi atau ganti rugi biaya perawatan kepada negara melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Dengan jujur saya katakan kepada Yang Mulia ataupun yang hadir dalam persidangan ini, saya sangat memerlukan kompensasi," kata dia.
Menurut Denny, selain dirinya, ada 12 korban lain yang akan mengajukan kompensasi. Besaran kompensasi setiap korban, lanjut dia, telah dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Denny menyampaikan, biaya perawatan selama dia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kramatjati sudah ditanggung lembaga kepolisian. Namun, ada biaya-biaya lain yang dibayar dengan uang pribadinya.
"Saya tidak (memberikan tanggapan). Saya tidak tahu menahu," kata Aman menjawab pertanyaan hakim.
Dia juga mengaku tak terkait dengan peristiwa ledakan itu. Ia mengatakan, saat kejadian dirinya berada di dalam penjara.
"Saya tidak punya kaitan. Saya itu dipenjara 2010, sampai sekarang saya masih dipenjara," ujar Aman singkat seusai persidangan.
Aman merupakan residivis kasus terorisme. Dia menghirup udara bebas karena mendapatkan remisi pada 17 Agustus 2017 dan kembali ditangkap sebagai tersangka kasus bom Thamrin keesokan harinya.
Selasa ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan melanjutkan persidangan untuk mengadili Aman. Jaksa akan kembali menghadirkan saksi dalam sidang nanti.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/27/09345101/2-tahun-bom-thamrin-dan-derita-yang-masih-tersisa