Salin Artikel

Birokrasi Zaman "Now" dan "Open Government" di Era Media Sosial

Adapun pesertanya adalah 30 camat dan lurah se-DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui, secara administratif DKI memiliki 6 Walikota/Bupati, 44 kecamatan, dan 267 Lurah.

DKI Jakarta unik, dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Indonesia, ditambah dengan karakteristik demografi yang sangat beragam. Secara alamiah soroton mata banyak tertuju ke Jakarta, kota yang hampir menginjak usia 491 tahun.

Tantangan kompleksitas yang tersaji bukan hanya masalah ‘konvensial’ kehidupan keseharian, namun juga kemampuan membangun komunikasi zaman now yang efektif dengan warga secara virtual.

Atas dasar itu, kita harus mengakui bahwa menjadi lurah atau camat di kota pesisir bagian barat laut Pulau Jawa ini diperlukan keterampilan tersendiri. Keterampilan yang sudah sepantasnya memberikan solusi, bukan untuk minta dimengerti dan dimaklumi.

Epik yang lain, lepas dari kegiatan tersebut, pandangan penulis terlempar ke Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kepala Desa Hakim Lukmanul (sebagaiman tertera di akun Facebooknya) dalam beberapa tahun terakhir berhasil mengubah desa tersebut menggapai beragam prestasi. Karena itu, dirinya mampu menyabet penghargaan sebagai kades terbaik tingkat Kabupaten Bogor dan menjadi Teladan Nasional.

Salah satu bentuk usaha yang dilakukannya dalam mempromosikan Desa Bantarsari adalah dengan mengunggah beragam kegiatan desa melalui media sosial dan membuat website resmi desa tersebut, bantarsari.desa.id. Dengan maksud one single parking point in public memory, semua langkah itu mencoba mengukuhkan positioning Bantarsari sebagai desa jambu kristal.

Hingga pada akhirnya, Bantarsari menjadi salah satu desa yang di proyeksikan oleh ICDF-IPB untuk pengembangan jambu kristal di wilayah kabupaten Bogor.

Mencermati dua contoh di atas, ada beberapa karakteristik dasar yang dapat dicatat dalam hal ini. Entitas birokrasi secara alamiah merubah dirinya menjadi open government, yakni menjadi terbuka dan lebih adaptif terhadap perubahan.

Selaras dengan itu, maka dibutuhkan capacity building dari personal birokrat untuk lebih responsif dalam menerima sistem yang dinamis dan lingkungan yang semakin kompetitif. Relasi antara struktur, agen dan lingkungan berperan sangat kuat dalam fenomena ini.

Selama ini, birokrat sebagai infrastruktur utama pemerintahan seringkali menganggap dirinya merupakan pusat informasi dan pemilik otoritas resmi atas data, hingga pada akhirnya dalam alam bawah sadar mereka terhinggap penyakit bahwa ‘kami benar dan paling benar’.

Situasi itu berlangsung menahun secara terus menerus kemudian terlembagakan dan melahirkan closed government. Sejalan dengan itu, ironisnya cara mereka menyajikan informasi sangat jauh dari apa yang diharapkan.

Terkesan kuno, ribet, jelimet dan kaku. Jika ini sudah terjadi maka jangan harapkan public care satisfaction, hanya untuk kepastian administrasi saja bisa berbelit-belit.

Padahal kini secara faktual tidak ada yang bisa lagi mendefinisikan bahwa informasi itu tunggal dan paling benar, bisa jadi kita akan menemukan informasi dan pesan dari pihak lain.


Open government vs closed government

Proses komunikasi dan diseminasi informasi kepada publik yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak bisa lagi hanya menjadi otoritas pejabat setingkat gubernur dan bupati, namun dalam ranting terkecil dan akar terdalam justru banyak dilakukan oleh camat, lurah dan kades.

Kemampuan menjelaskan lebih cepat dan keterampilan berkomunikasi akan sangat menentukan kinerja birokrasi yang lebih efisien dan mitigasi masalah lebih awal.

Sejatinya penulis melihat bahwa perubahan birokrasi sudah terjadi, dan tidak hanya di kota-kota besar. Namun masih tersimpan kekhawatiran di benak para birokrat terhadap aktivitas unggahan yang mereka lakukan bagi sebagian pihak sebagai sebuah pencitraan, alih-alih bentuk pertanggungjawaban sebagai pejabat publik (public official).

Perasaan khawatir sebenarnya bagus, sepanjang digunakan sebagai ‘kompas pemandu jalan’. Atas dasar itu pula maka seorang camat, lurah atau kades sudah sepantasnya menginformasikan beragam aktivitas kerjanya baik sebagai secara institusi maupun personal.

Terlebih saat ini saluran komunikasi yang tersedia sudah sangat banyak, berbasis media mainstream maupun media sosial.

Jika kesulitan menembus media arus utama seperti media cetak, elektronik, maupun online, atau khawatir terjebak pada prilaku transaksional, sesungguhnya branding kelurahan dan kecamatan secara institusi maupun personal dapat dilakukan melalui akun media sosial.

Perusahaan multinasional saja punya akun resmi, mengapa kelurahan dan kecamatan sebagai institusi publik tidak punya? Atas inisiatif mandiri tersebut, penulis berselancar di dunia maya ternyata hasilnya ternyata tidaklah buruk.

Dari media sosial ternyata penulis bisa mendapatkan informasi ada kreativitas mural yang dibuat oleh anak-anak dan cukup indah di Kelurahan CIpulir. Seorang Camat Jatinegara dalam satu waktu hadir di acara pengajian warga, namun sehari kemudian hadir membopong tandu di acara gong xi fat cai di salah satu satu festival warga.

Kemudian, di kelurahan Cempaka Putih Timur, lurah menginisiasi pengelolaan tanah tidak produktif untuk bercocok tanam sayur mayur dan di Kelurahan Tambora Jakarta Barat menjadi salah satu tempat studi Urban Real Estate seorang Profesor Maisy Wong Wharthon dari University of Pennsylvania.

Bisa jadi seluruh fenomena hoaks yang sedang menjamur saat ini, salah satunya karena keengganan orang untuk berbagi perilaku baik di ruang publik. Hingga pada akhirnya ruang tersebut lebih banyak didominasi oleh berita buruk, hate speech, dan hujatan.

Padahal, di sekeliling kita banyak perilaku dan kegiatan positif yang bisa menginspirasi pihak lain setiap hari. Jika aktivitas media sosial dilakukan dengan bertanggung jawab dan massif, tentu diskusi publik akan terus mengalami penyegaran dan pengayaan.

Tranformasi birokrasi

Disadari, kini perhatian terhadap pentingnya membangun komunikasi publik dalam level saling pengertian (mutual understanding) tidak hanya terjadi pada sektor swasta, namun juga bagi kalangan birokrasi seperti pemerintah.

Merujuk atas kondisi tersebut, tentu saja dibutuhkan strategi komunikasi publik yang sesuai dan sesuai jamannya. Penulis ingin meneropongnya menggunakan teori klasik mengenai public relations dari Gruning dan Hunt, yang menjelaskan bahwa ada empat model sebuah organisasi membangun hubungan dengan publiknya.

Pertama, press agentry atau publisitas. Bentuk komunikasi satu arah yang mengandalkan teknik propaganda, manipulasi, dan persuasi untuk mempengaruhi publik agar berperilaku sesuai dengan kehendak organisasi.

Seringkali dalam prosesnya terjadi pengabaikan kebenaran dan tidak ada basis ilmiah yang memadai.

Kedua, model public information. Organisasi melakukan komunikasi dengan publik berjalan satu arah menggunakan teknik dan pendekatan jurnalistik dalam menyebarkan informasi. Namun, dijalankan secara defensif.

Ketiga, model two way asymmetrical. Model ini dikategorikan sebagai komunikasi dua arah. Disebut sebagai 'persuasi ilmiah' karena menggunakan persuasi untuk memengaruhi publik agar berperilaku sesuai keinginan organisasi.

Dalam prosesnya, model ini melakukan penelitian formal dan menggabungkan tanggapan khalayak dalam taktik komunikasi.

Keempat, model two way symmetrical yang dikategorikan sebagai komunikasi dua arah. Organisasi menggunakan komunikasi untuk bernegosiasi dengan publik.

Berusaha menyelesaikan konflik dan mempromosikan hubungan saling menguntungkan, memahami dan menghargai antara organisasi dan publik atau pemangku kepentingan utama.

Melakukan penelitian formal dan memasukkan umpan balik khalayak dalam taktik komunikasi. Komunikasi terbuka dan jujur itu penting.

Dalam kondisi kekinian, model two way symmetrical memang menjadi pilihan terbaik dalam membangun komunikasi dengan publik.

Gaya agitasi dan propagandis hanya akan membuat birokrasi menyediakan lubang kecaman yang semakin menganga. Tuntutan ini bukan hanya karena zaman telah berkembang dan masyarakat berubah.

Tapi karena pendekatan komunikasi yang dialogis membangun kesepahaman sesungguhnya akan secara jitu mampu menghadirkan ruang solusi yang lebih akomodatif. Satu permasalahan dalam menerapkan model ini, yakni idealnya teori harus mampu menemukan titik temu dengan aplikasi yang baik.

Karenanya, dibutuhkan komitmen yang kuat, integritas yang baik, dan sistem yang memadai. Agar pada akhirnya janji tak sekadar prasasti minim bukti, namun fakta yang bisa reduplikasi dan menjadi inspirasi baik bagi orang lain.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/09/20313321/birokrasi-zaman-now-dan-open-government-di-era-media-sosial

Terkini Lainnya

Maju-Mundur Pedagang Jual Foto Prabowo-Gibran: Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Maju-Mundur Pedagang Jual Foto Prabowo-Gibran: Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget 'Papi Chulo' hingga Terjerat Narkoba

Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget "Papi Chulo" hingga Terjerat Narkoba

Megapolitan
Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke