Kurnia adalah seorang mantan terpidana teroris dengan spesialisasi membuat dan merakit bom.
Polisi membekuknya di daerah Cibiru, Bandung, sekitar akhir 2010, karena merencanakan teror bom. Akibat perbuatannya, Kurnia saat itu divonis 6 tahun penjara.
Saat masih bergabung dengan kelompok radikal, Kurnia menyebut pemahamannya soal TNI dan Polri merupakan kafir sangat kuat.
Ia berani melakukan aksi bom bunuh diri untuk menyerang aparat TNI dan Polri. Sebab, jaminannya disebut masuk surga.
Rujukannya saat itu adalah pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Bakr al-Baghdadi.
"Saya dulu seperti itu. Keyakinan itu sangat kuat, bahwa polisi itu kafir sehingga kami berani mati. Kalau mati, kami meyakini masuk surga," ujar Kurnia.
Ia menceritakan kisahnya itu saat bersaksi dalam persidangan kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin dua tahun lalu dengan terdakwa Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018).
Dikucilkan kelompoknya
Di balik jeruji besi, Kurnia perlahan menyadari kesalahannya. Ia banyak berkomunikasi dengan tokoh-tokoh Islam moderat yang membuka matanya.
Kurnia bercerita, perubahan pemahaman itu membuat dia dikucilkan kelompoknya sendiri.
"Saya berubah dari pemahaman lama semenjak saya (ditahan) di Lapas Cipinang. Saya berubah sehingga saya dikucilkan oleh kelompok saya," kata Kurnia.
Lama-lama Kurnia menyadari bahwa pemahamannya selama bergabung dengan kelompok radikal tidak masuk akal, termasuk mudahnya mengkafirkan orang lain.
Sebab, kata dia, umat Islam sebenarnya tidak mudah mengkafirkan orang lain.
"Islam itu, apalagi di akhir zaman, itu jangan mudah sekali mengkafirkan orang lain. Kita kedepankan husnudzon, jangan gampang memvonis," ucapnya.
Bertemu korban teror
Setelah bebas dari pemahaman radikal, Kurnia aktif bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mempertemukan korban teror dan pelakunya.
Dari sana, Kurnia juga banyak bertemu korban teror dan mendengarkan cerita-cerita mereka. Hal itu membuatnya makin yakin untuk melepaskan diri dari paham radikal.
"Saya bisa lihat korban bom Bali, bom JW Marriott. Mereka cerita penderitaannya, enggak ngerti apa-apa, tapi mereka menerima kenyataan musibah itu," ujar Kurnia.
Jika mengingat kembali dirinya saat bergabung dengan kelompok radikal, Kurnia hanya menertawakan dirinya sendiri. Ia merasa heran dengan tindakannya saat itu.
"Justru saya ketawa sama diri sendiri, kok saya bisa begitu. Setelah melihat berbagai pemahaman hidup, termasuk korban-korban, saya lihat bahwa pemahaman itu sesat, berbahaya," tuturnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/04/09540091/setelah-betemu-korban-korban-teror-bom-saya-sadar-pemahaman-itu-sesat