Hanya saja, masih belum banyak pembeli yang menggunakan transaksi non tunai tersebut.
"Sejak saya pasang stiker sebelum bulan puasa sampai sekarang tuh belum ada yang pernah pakai itu (membayar pakai Go-Pay)," ujar Hamdani, pemilik warung mie ayam, saat ditemui Kompas.com, di Jakarta Pusat, Jumat (29/6/2018).
Hal senada juga diungkapkan Nining, pemilik warteg yang berjualan di samping warung mie ayam Hamdani.
Nining mengaku hanya pernah melayani seorang pembeli yang menggunakan layanan Go-Pay.
"Dulu pernah ada satu orang. Dia, kan, cuma beli mie rebus, terus dia bilang mau bayar pakai Go-Pay. Saya bilang iya saja, padahal (harga mie rebus) cuma Rp 10.000," kata Nining.
Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Jumat (29/6/2018) pukul 12.20, para pembeli di warteg Nining melakukan pembayaran secara tunai.
Salah satunya Agatha (27), karyawan sebuah bank swasta di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Ia mengaku sudah mengetahui jika kini makan di warteg bisa menggunakan transaksi non tunai.
Namun, ia memilih membayar tunai.
"Lebih enak cash, soalnya Go-Pay saya enggak selalu penuh saldonya," kata Agatha.
Pembeli lainnya, Dennis (35), juga mengaku belum terbiasa membayar dengan Go-Pay.
Pelanggan warteg Nining itu merasa aneh membayar makanan dengan hanya melakukan "scan barcode".
Sementara Annisa (27) lebih menyenangi membayar tunai karena jarang membawa ponsel ketika jam istirahat dan makan di warteg Nining.
Karyawan swasta itu menambahkan, transaksi non tunai bisa memudahkan pembeli.
Namun, ia mengaku lebih nyaman membayar tunai karena belum terbiasa non tunai.
"Harusnya sih lebih mudah pakai Go-Pay karena enggak perlu bawa duit kemana-mana, tetapi karena saya belum terbiasa, jadinya saya lebih nyaman tunai saja," ujar Annisa.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/29/21203841/makan-di-warteg-ini-bisa-bayar-pakai-go-pay-tetapi-pembeli-masih-terbiasa