JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Johan Hutahuruk mengatakan, pembatasan terhadap jaminan penderita katarak yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan 2018, berpotensi meningkatkan kasus kebutaan di Indonesia.
"Dengan aturan ini, angka kebutaan bukan makin turun. Padahal, Indonesia punya komitmen untuk menurunkan angka kebutaan pada 2020," ujar Johan, saat menghadiri konfrensi pers di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), di Jakarta, Kamis (2/8/2018).
Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018.
Dalam aturan baru tersebut, BPJS Kesehatan hanya menjamin pasien katarak dengan visus kurang dari 6/18. Johan mengatakan, aturan itu berpotensi mengakibatkan kondisi katarak semakin parah.
Hal senada disampaikan Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis. Marsis mengatakan, aturan itu akan membuat waktu tunggu pasien untuk dioperasi akan semakian panjang.
Selain berpotensi memperparah kondisi, pasien secara tidak langsung akan dipaksa untuk mengeluarkan biaya sendiri.
"Waktu tunggu pasien akan semakin panjang. Kemudian mereka mengatakan, 'saya tidak bisa menunggu kebutaan saya semakin banyak'. Kalau begitu Anda membiayai sendiri. Siapa yang rugi, pasien. Karena dia akan membayar menggunakan uang sendiri," ujar Marsis.
Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Kini, operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18.
Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan.
Sementara, pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu.
Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu.
PB IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan aturan itu karena dianggap merugikan masyarakat dan menabrak sejumlah aturan perundang-undangan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/02/21275471/aturan-baru-bpjs-kesehatan-dinilai-tingkatkan-risiko-kebutaan-di