Hal ini dikarenakan, jika pesawat meledak di udara maka serpihan akan tersebar dengan radius lebih luas.
"Pesawat tidak pecah di udara. Jadi kalau pecah di udara atau sebelum menyentuh air maka serpihannya akan sangat lebar, dan ini kami tegaskan bahwa memang pesawat dan ketika menyentuh air dalam keadaan utuh," ujar Soerjanto di Cawang, Jakarta Timur, Senin (5/11/2018).
Ia mengungkapkan, penyebab pesawat menjadi serpihan dikarenakan pesawat jatuh ke dalam air dengan kecepatan yang cukup tinggi.
"Bahwa di sini adalah yang kami lihat bahwa serpihan-serpihan ini sudah dalam bentuk kecil-kecil itu menandakan bahwa ketika pesawat menyentuh air dengan kecepatan cukup tinggi. Maka serpihan yang terjadi adalah sekian rupa bahwa energi yang dilepas ketika itu sangat luar biasa," jelasnya.
Berdasarkan laporan para nelayan yang berjarak 1,8 kilometer dari lokasi kejadian, memang ada serpihan-serpihan yang masuk ke air.
"Serpihan yang sekarang kami temukan lebih dari radius 500 meter menandakan semua serpihan itu berawal dari pesawat yang bersentuhan dengan air," kata dia.
Bahkan berdasarkan kondisi mesin pesawat yang sudah ditemukan, KNKT menyimpulkan bahwa mesin masih dalam keadaan hidup ketika kecelakaan terjadi.
"Mesin ini menyentuh air dalam keadaan hidup. Hal ini ditandai dengan hilangnya semua turbin atau kompresor menandakan saat impact ke air, mesin ini dalam keadaan hidup dengan kecepatan yang cukup tinggi," pungkasnya.
Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) pagi.
Pesawat itu mengangkut 181 penumpang dan 8 awak. Semua penumpang dan awak diduga tewas dalam kecelakaan itu.
Hingga Minggu (4/11/2018), Tim Disaster Victim Identification (DVI) RS Polri Kramatjati telah mengidentifikasi 14 jenazah yang terdiri dari 3 penumpang perempuan dan 11 penumpang laki-laki.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/11/05/17105501/knkt-pesawat-lion-air-jt-610-tidak-meledak-di-udara