Mereka saling bergandengan tangan untuk memastikan langkah masing-masing. Para pengamen itu tampak membawa kotak kecil berisi pengeras suara.
Mereka menyanyikan sejumlah lagu yang terdengar merdu. Banyak pengunjung CFD yang sengaja berhenti untuk memberikan uang kepada para pengamen itu.
"Saya kasih uang bukan hanya karena kasihan mereka tunanetra, tetapi ya suaranya memang bagus. Saya menghargai bakatnya," ujar Tomy Hadi, salah satu pengunjung CFD, ketika ditemui Kompas.com, Minggu.
"Salut banget sih saya. Mereka masih usaha buat cari nafkah. Bikin sound system yang bisa dibawa-bawa begitu kan ya butuh usaha. Suaranya juga berkelas," kata dia.
Iwan, salah satu pengamen tunanetra, mengatakan, ia dan istrinya yang juga tunanetra itu rutin datang ke CFD Sudirman-Thamrin untuk mengamen.
"Saya dari Jakarta Timur, naik kereta ke sini ketemu teman-teman tunanetra lain juga dan mengamen. Kami bisanya nyanyi ya sudah, kami jadikan pekerjaan. Yang penting kami enggak minta-minta," ujar dia.
Pengamen tunanetra lain, Zulkifli, mengatakan, ia bertemu dengan rekan-rekan tunanetra di sebuah komunitas di Sudimara, Tangerang Selatan.
Di komunitas tersebut, lanjut Zulkifli, para penyandang difabel menjalani pelatihan untuk dapat mencari nafkah dengan kemampuan yang dimiliki.
"Di Sudimara itu kami diajari komputer juga sebenarnya, tetapi ternyata bakat saya dan istri saya ini di bernyanyi, makanya kami ngamen di sini setiap minggunya," kata dia.
Di jalan Thamrin pagi tadi, Kompas.com juga bertemu seorang pria yang menjajakan pulsa hingga tisu dari kursi roda yang dimodifikasi.
Pria yang kehilangan kedua kakinya tersebut bernama Acong. Ia mengaku datang dari Jawa Timur dan telah lama merantau di Ibu Kota.
"Saya tinggal di Tanah Abang sudah puluhan tahun. Memang sehari-hari dagang pulsa atau tisu begini. Kalau minggu saya ke CFD, saya datang di mana yang ramai sajalah pokoknya biar bisa tetap makan," kata Acong.
Ia kehilangan kedua kakinya sejak kecil. Merantau ke Ibu Kota adalah pilihannya untuk membuktikan bahwa di tengah kekurangan fisiknya, ia tetap mampu bertahan.
"Dapat Rp 1.000, Rp 2.000 yang penting halal, saya yakin nanti berkah," ujar dia.
Acong tampak sibuk pagi ini. Banyak pengunjung CFD yang mengerumuninya untuk membeli barang dagangannya.
"Maaf ya embak saya sambil jualan, alhamdullilah ini rame," kata Acong sembari tersenyum gembira.
Bukan meminta-minta, para penyandang disabilitas memilih berjuang mendapatkan rezeki halal dari hasil kerja kerasnya. Sebuah sikap yang patut kita jadikan pelajaran.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/11/25/15501491/mereka-yang-berjuang-cari-nafkah-di-tengah-keterbatasan-fisik