Beruntung Ia menemukan sebuah masjid di kawasan Halim Perdana Kusuma untuk berteduh, sekaligus menunaikan shalat.
Laki-laki 45 tahun ini kemudian meletakkan seperangkat alat solder panci yang ia pikul untuk mencari rezeki.
Seusai shalat, Soleh berbincang-bincang dengan Kompas.com.
"Tadi saya teh sudah keliling dari Pinang Ranti, terus ke Jalan Dirgantara 1, Jalan Dirgantara 2, baru ke sini," ucap Soleh memulai percakapan.
Meski sudah berkeliling di beberapa blok, jasanya baru dipakai sekali pada hari itu, Selasa (5/2/2019).
"Dari pagi Alhamdullillah dapat Rp 20 ribu. Insya Allah hari ini lancar," kata dia.
Soleh seorang sendiri menawarkan jasa solder atau patri. Profesi ini rasanya sudah jarang ditemui masyarakat Jakarta. Apalagi pada zaman modern seperti sekarang ini.
"Kadang kalau untung lagi ramai bisa dapat Rp 50 ribu sehari. Pernah juga enggak dapat apa-apa sama sekali," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Soleh biasanya memperbaiki peralatan rumah tangga yang sudah rusak sehingga bisa dugunakan kembali. Namun, orang yang memakai jasanya kini semakin berkurang. Apalagi peralatan masak, seperti oven yang biasa bisa diperbaikinya juga sudah lebih banyak mengandalkan listrik.
"Panci ya untung-untungan juga. Kadang kan ada yang cuma nanya tapi enggak jadi perbaiki. Apalagi sekarang oven pun sudah banyak yang listrik," cerita Soleh.
Dengan berbekal peralatan sederhana seperti alumunium, gunting, tang, obeng, palu kecil, jangka, meteran, pemukul alumunium, dan alat bakar, bapak tiga anak ini berkeliling menawarkan jasa solder panci setiap harinya.
Kala hujan deras mengguyur, Soleh akan mengenakan jas hujan merahnya sembari terus berjalan memasuki kawasan perumahan maupun gang dan menunggu dipanggil warga yang membutuhkan jasanya.
Ia biasa berkeliling di wilayah Pinang Ranti, Halim, hingga ke Pondok Gede maupun Pasar Kecapi Bekasi sambil bejalan kaki dan memikul perlengkapan solder.
"Saya asli Tasikmalaya. Merantau ke Jakarta waktu itu diajakin teman. Dia juga yang ngajarin saya solder panci. Alhamdullillah sampai sekarang saya bersyukur masih betah kerja begini," tutur Soleh sambil tersenyum.
Ingin jadi pedagang
Di tengah perbincangan, mata Soleh berkelana jauh memikirkan sesuatu.
Ia kemudian mengingat cita-cita masa mudanya untuk mempunyai usaha. Soleh rupanya ingin menjadi pedagang.
"Dulu saya punya cita-cita punya usaha. Memang pernah waktu muda saya jualan minyak sayur, jualan perabotan, tapi makin lama harga-harga naik, saya sudah enggak mampu berjualan lagi. Modalnya jadi besar," ucapnya.
Saat itu ia merantau dari Tasikmalaya ke Cikampek dan Tangerang untuk berdagang.
Namun sekitar tahun 1997 ketika Indonesia mengalami krisis moneter, ia terpaksa tak lagi berdagang dan kembali pulang kampung.
"Di Tasik kerjaan saya hanya nyangkul di sawah orang gitu. Terus setelah menikah, istri bilang coba ke cari kerja ke Jakarta," kisahnya.
Impian ajak keluarga jalan-jalan ke Jakarta
Pria kelahiran tahun 1974 ini tinggal seorang diri di Jakarta sejak tahun 2004. Soleh mengontrak di daerah Pinang Ranti. Istri dan ketiga anaknya menetap di Tasikmalaya.
Impiannya sederhana, bisa mengajak keluarganya berkunjung ke Jakarta. Lantaran selama ini baru satu anaknya yang bisa berkunjung dan diajak jalan-jalan di Jakarta.
"Kalau rezeki lancar mah penginnya ngajakin keluarga ke sini. Apalagi anak yang kedua kelas tiga SD suka nanya 'bapak kapan ajak aku ke Jakarta' ?" ujar Soleh meniru ucapan putrinya.
Soleh sering kali merasa sedih karena tak bisa penuhi keinginan dan permintaan anak-anaknya.
Padahal, ia sendiri jarang bertemu anaknya karena terpisahkan jarak. Soleh hanya bisa balik ke Tasikmalaya jika idul fitri tiba.
"Baliknya setahun sekali. Itu saja harus menabung. Sedih saya neng kalau engga bisa penuhin apa yang anak minta," tuturnya dengan suara bergetar.
Jangankan memenuhi keinginan anaknya, Soleh mengungkapkan kadang ia harus rela tak makan jika pemasukan sedang kering.
Ia pun terpaksa harus berbohong kepada istrinya yang sering menanyakan kondisinya via telepon.
"Istri kan suka nanya 'sudah makan belum?' Saya jawabnya selalu sudah. Padahal kadang enggak makan. Yang penting mereka enggak khawatir," kata dia dengan logat Sunda yang kental.
Setiap kali bersujud dan berdoa kala tunaikan ibadah shalat, harapannya selalu sama. Ia hanya berharap anak-anaknya bisa sukses dan memiliki hidup yang berkecukupan.
"Semoga mereka sukses, jangan kayak saya. Harus lebih biar nanti semua yang mereka butuh bisa terpenuhi," tutupnya sembari tersenyum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/06/10043241/kisah-soleh-15-tahun-keliling-jakarta-tawarkan-jasa-solder-panci