Selain itu, HG juga yang mengoordinir kedua pelaku untuk memproduksi ekstasi yang terbuat dari campuran paracetamol, bodrex, obat asma, dan belau.
"Mereka itu bikin sendiri di kos-kosan atas pesanan dari seseorang berinisial HG. HG itu juga yang mengajari para tersangka membuat pil ekstasi palsu," kata Kanit 1 Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat AKP Arif Oktora kepada Kompas.com, Selasa (26/3/2019).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Arif menyebut SA yang merupakan residivis mengenal HG sejak terlibat kasus narkoba pada tahun 2007.
Mereka berdua kembali menjalin komunikasi setelah SA menyelesaikan enam tahun masa tahanan.
Kepada polisi, HB dan SA mengaku baru sekali memproduksi ekstasi palsu.
Mereka berencana membuat 500 butir ekstasi sesuai pesanan polisi yang menyamar.
Namun, mereka baru menyelesaikan 225 butir ekstasi saat diamankan kepolisian pada Sabtu (23/3/2019).
"Harga Rp 120.000 per butir, kami pesan 500 butir. Cuma kami enggak tahu kalau itu inek palsu tadinya, ternyata setelah kami cek uji ya tidak ada (kandungan narkoba) dan juga di TKP kami temukan obat-obatan biasa semua. Jadi kami curiga kalau ini palsu," ujarnya.
Sebelumnya, HB dan SA ditangkap kawasan Tanah Sereal, Tambora Jakarta Barat.
Setelah melakukan penangkapan, polisi kemudian menggeledah kamar kos-kosan mereka yang dijadikan sebagai tempat produksi ekstasi palsu.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka terancam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/26/20304831/residivis-ajari-hg-dan-sa-buat-ekstasi-palsu-dari-paracetamol-dan-belau