Mudzakir merupakan saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Ratna dalam persidangan kasus penyebaran berita bohong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
"Ya, kalau menurut saya begitu (unsur keonaran tidak terpenuhi) karena itu hanya di medsos lah. Kalau ada yang ribut ya biasa-biasa saja," kata Mudzakir setelah sidang.
Mudzakir menuturkan, kegaduhan yang terjadi di media sosial akibat kebohongan Ratna tidak dapat didefinisikan sebagai keonaran sebagaimana terdapat dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 yang didakwakan kepada Ratna.
"Kalau ingin menjelaskan onar seperti apa, baca saja peristiwa bulan Mei tahun 1998. Itu namanya keonaran yang di Jakarta, tak terkendalikan," ujarnya.
Kasus tersebut bermula ketika foto lebam wajah Ratna Sarumpaet beredar luas di media sosial.
Kepada beberapa pihak, Ratna mengaku menjadi korban pemukulan orang tidak dikenal di Kota Bandung, Jawa Barat.
Belakangan, Ratna mengklarifikasi bahwa berita penganiayaan terhadap dirinya adalah bohong.
Muka lebamnya bukan disebabkan penganiayaan, melainkan karena operasi plastik.
Ratna didakwa dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/09/14310991/saksi-ahli-sebut-tak-ada-keonaran-imbas-kebohongan-ratna-sarumpaet