Salin Artikel

Ondel-ondel Jalanan, Boneka Betawi yang Kehilangan Sakralitasnya

KOMPAS.com - Hembusan angin malam Jakarta tak terasa bagi Anggi yang tengah berjalan berkeliling kawasan Kramat dan Senen. Gadis 15 tahun itu menggendong ondel-ondel yang beratnya mencapai 10 kilogram.

“Ya berat, berat banget, tapi lama-lama biasa,” katanya kepada Kompas.com, Minggu (14/7/2019).

Anggi mulai mengamen ondel-ondel sejak tiga tahun lalu, setelah ia lulus SD. Perawakannya yang kecil tak menyurutkan langkahnya membopong rangka ondel-ondel yang berat. Perlu uang untuk jajan, katanya.

“Perlulah buat makan sehari-hari,” ujar dia.

Padahal, penghasilan dari mengamen ondel-ondel tak banyak. Saban sore, Anggi dan tetangga perempuannya mengamen dari rumah mereka di kawasan Senen.

Mereka menyewa ondel-ondel milik seorang "juragan" di kawasan Gaplok, Senen. "Sang Juragan" memiliki 11 ondel-ondel yang disewakannya kepada anak-anak yang butuh uang di sekitar Senen.

Tarif sewa yang jadi setoran tiap malamnya sebesar Rp 30.000. Dipotong sewa, Anggi dan temannya biasa membawa sekitar Rp 20.000 untuk dibawa pulang.

“Kalau keluar mahgrib sampai jam 22.00 biasanya dapatlah Rp 50.000,” kata Anggi.

Untuk nominal yang tak banyak, Anggi harus berkeliling membopong boneka Betawi itu dan bergoyang-goyang. Ia istirahat setiap jam karena kelelahan memanggul ondel-ondel.

Anggi melakukan semua ini semata untuk kebutuhan ekonominya. Ia tak tahu asal-usul atau makna di balik ondel-ondel.

“Eggak tahu, pokoknya tiba-tiba (ondel-ondel) diarak aja. Saya tahu sebenarnya enggak boleh (dipakai mengamen), tapi gimana, buat makan,” ujar Anggi.

Pelecehan budaya

Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani menyayangkan ondel-ondel kini lebih sering ditemui di jalanan dan dijadikan alat mengamen seadanya.

Bahkan kegiatan mengamen ini cenderung mengeksploitasi anak karena sebagian besar yang melakukannya masih di bawah umur.

“Investigasi kami, ondel-ondel ngamen lebih didasari ekonomi, buat cari makan. Bahkan ada 'bos' yang modalin ondel-ondel. Si pengamen setor atau sewa ondel-ondel harian,” kata Beky.

Pihaknya sudah berupaya mendekati pengamen ondel-ondel untuk menghentikan kegiatannya. Namun imbauan ini tak digubris. Pasalnya, mengamen sudah jadi urusan perut yang tak bisa dikompromi.

Tak diketahui persis sejak kapan ondel-ondel mulai menjamur di sudut Ibu Kota. Namun Beky menduga ondel-ondel jadi banyak berkeliaran justu setelah Provinsi DKI Jakarta menelurkan aturan sebagai upaya untuk melestarikan budaya betawi.

Ada dua peraturan daerah (Perda) yaitu Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Buday Betawi dan Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2017 tentang Delapan Ikon Budaya Betawi.

Dua aturan itu mendorong ondel-ondel untuk lebih banyak tampil di ruang publik. Pasal 11 Perda Nomor 4 menyebut, "Memanfaatkan ruang publik, hotel, tempat perbelanjaan, kantor pemerintahan, gedung kesenian, gedung sekolah dan media massa sebagai upaya pelestarian kesenian Betawi".  

Dua Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat pernah melarang aksi ngamen ondel-ondel. 

Tiga tahun lalu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI pernah berwacana menertibkan dan membina pengamen ondel-ondel.

Beky menilai sudah sepatutnya Pemprov DKI turun tangan. Ia mengusulkan agar para pengamen diberdayakan di pusat keramaian serta fasilitas publik alih-alih berkeliling menengadahkan tangan.

“Faktanya selama ini belum (ada pembinaan),” kata dia.

Ia bahkan mengusulkan agar Pemprov DKI melakukan penertiban bagi pengamen ondel-ondel yang masih bandel.

“Sebetulnya tindakan represif bisa dilakukan dengan pakai analogi pengemis seperti yang dilakukan Dinas Sosial yang didukung juga Satpol PP, dilakukan razia. Atau warga jangan memberi saweran sehingga pekerjaan ini tidak prospek lagi,” kata dia.

Hilangnya sakralitas

Tidak ada catatan pasti tentang asal-usul ondel-ondel dan kapan tradisi itu muncul di tengah masyarakat Betawi.

Sejumlah literatur hanya menyebut, ondel-ondel lahir dari tradisi masyarakat yang masih menganut paham anismisme di masa lalu.

Awalnya, ondel-ondel tidak dimaknai sekadar boneka pertunjukan. Dahulu, masyarakat Betawi menempatkan ondel-ondel pada posisi yang sakral. Ia adalah simbol penolak bala.

Sinta Paramita (2018) dalam artikel jurnalnya, Pergeseran Makna Budaya Ondel-ondel pada Masyarakat Betawi Modern menulis, para seniman ondel-ondel akan terlebih dahulu menyiapkan sesajen sebelum bekerja membuat ondel-ondel.

Saat ondel-ondel sudah jadi, kembali disiapkan sesajen seperti bir pletok, kopi, teh, ayam hitam, disertai mantera-mantera. Tujuannya, supaya roh yang mendiami ondel-ondel adalah roh yang baik.

Sebelum pertunjukan, ada juga ritual khususnya. Sesajen disiapkan. Doa dipanjatkan untuk memanggil roh-roh leluhur yang dapat memberi kekuatan bagi pemain yang menopang rangka ondel-ondel tersebut.

Ondel-ondel juga memiliki filosofi.  Seperti pernah diberitakan Kompas.com, Rabu (20/6/2018), Budayawan Betawi asli Kemayoran Ahmad Suaip alias Davi mengungkapkan, lubang di bagian dada ondel-ondel yang digunakan pemain untuk melihat memiliki arti khusus.

Baca: Cerita di Balik Wajah Ondel-ondel yang Seram dan Mata di Hati...

"Kalau buat anak Kemayoran tempat jayanya ondel-ondel, matanya ondel-ondel itu, ya, ada di bagian itu. Ada di hati, dia melihat pakai hati," ujar Davi.

Menurut Davi, ondel-ondel mengajarkan manusia untuk melihat dengan hati.

Kesakralan itu berangsur-angsur hilang. Dari simbol penolak bala, makna ondel-ondel bergeser sebagai boneka tradisi yang berfungsi sebagai seni pertunjukkan pengantin atau sekadar hiasan di hotel-hotel atau ruang-ruang publik.

Kini, maknanya kembali terdegradasi sebagai sarana buat mengamen, mencari uang recehan demi sesuap nasi. Sakralitasnya hilang. Sirna.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/16/06300031/ondel-ondel-jalanan-boneka-betawi-yang-kehilangan-sakralitasnya

Terkini Lainnya

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke