JAKARTA, KOMPAS.com - Instalasi bambu getih getah di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, sempat menjadi sorotan pada Agustus 2018 lalu saat Jakarta akan menyambut Asian Games.
Tampilan bambu di tengah gedung-gedung besar perkotaan memang terlihat amat kontras.
Namun siapa sangka, karya seni seharga Rp 550 juta tersebut hanya bertahan selama 11 bulan. Karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk membongkarnya pada Rabu (17/7/2019) malam.
Kini bekas lokasi getih getah itu menyisakan tanaman-tanaman yang biasa mengelilinginya.
Sejarah singkat
Saat itu Getih Getah dibuat oleh seorang seniman bernama Joko Avianto atas permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies menyampaikan keinginannya untuk membuat sebuah karya seni dari material khas Indonesia dalam rangka menyambut perhelatan Asian Games 2018.
"Jadi bambu adalah salah satu material asli Indonesia yang memiliki keuletan yang luar biasa," kata Anies ketika itu.
Anies kemudian memberikan tantangan kepada Joko untuk bisa membuat karya seni dengan memanfaatkan bambu yang merupakan material khas Indonesia.
"Bikin kami orang Indonesia bangga dengan bambu Indonesia, hari ini kita merasa bangga dengan bambu Indonesia itu," ujar Anies.
Joko Avianto menerima tantangan Anies untuk membuat karya seni berbahan bambu dalam waktu sepekan.
Sebanyak 1.500 bambu didatangkan untuk membuat karya seni tersebut.
Dipilihnya bambu sebagai bahan pembuatan juga menyimbolkan perjuangan bangsa Indonesia yang menggunakan bambu saat berjuang demi kemerdekaan.
Joko mengatakan, konsep karya seninya diberi nama "Getih Getah Pasukan Majapahit". Konsep ini diambil dari makna perjuangan pasukan Majapahit yang memiliki makna kekuatan dan persatuan.
Konsep ini sengaja dibuat untuk menyambut dua event terbesar dalam waktu dekat, peringatan hari Kemerdekaan ke-73 RI dan Asian Games.
Desain karya seni dibuat dengan menyerupai bandera-bendera yang dibawa prajurit Majapahit saat berperang.
"Getah itu putih, getih itu merah, artinya merah putih. Pasukan Majapahit sudah pakai bendera itu zaman dulu, tapi bukan bersatu merah dan putih, belum bersatu," ujarnya.
Dibongkar karena rapuh
Kepala Dinas Kehutanan, Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta Suzi Marsitawati mengungkap alasan pembongkaran instalasi bambu tersebut.
Menurut dia, kondisi instalasi bambu karya seniman asal Jawa Barat Joko Avianto itu karena sudah mulai rapuh.
"Iya dilakukan pembongkaran karena bambunya sudah mulai rapuh karena cuaca, sehingga jalinan bambu sudah mulai jatuh, khawatir (nanti) rubuh," kata Suzi saat dihubungi, Kamis (18/7/2019).
Kini keseluruhan bambu itu tak dapat digunakan lagi. Untuk sementara waktu, hanya ada tanaman-tanaman di bekas lokasi pemasangan "Getih Getah".
"Sementara ditanam border semak, ground cover sambil menunggu instalasi lainnya. (Getih Getah) tidak dapat digunakan lagi," ucapnya.
Seniman Joko Avianto sebut karena polusi
Seniman pembuat instalasi bambu getih getah Joko Avianto pun angkat bicara mengenai pembongkaran itu.
Ia mengatakan daya tahan karya seninya tersebut memang tergantung pada lokasi dan lingkungan. Karya seninya lebih panjang umur di kota lain dibandingkan Jakarta yang kualitas udaranya buruk.
Menurut dia, polusi memengaruhi kualitas bambu yang menyerap udara sekitarnya.
"Karena kan bambu itu materialnya strukturnya terdiri dari fiber dan pori-pori menyerap air, menyerap udara, bambu jadi kayak indikator lingkungannya. Kalau lingkungannya udah polutif banget ya begitu kejadiannya. Di karya saya yang lain mungkin lebih baik," kata dia saat dihubungi, Kamis.
Meski demikian pembongkaran karya seninya itu sudah direncanakan. Bahkan sebelumnya getih getah itu hanya direncanakan berdiri selama 6 bulan dimulai dari 16 Agustus 2018 lalu.
Artinya pada Februari 2019 lalu instalasi bambu getih getah memang sudah direncanakan untuk dibongkar.
"Itu bukan pembongkaran sih, itu sudah direncanain sudah ada perencanaan karya itu tahan sampai 1 tahun walaupun sebenarnya perencanaan waktu itu karyanya hanya untuk 6 bulan. Karena karya ini memang karya yang sifatnya festiv yang sifatnya buat festival," ucap Joko.
DPRD sebut mubazir
Pembongkaran ini pun mendapat kritik dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, instalasi bambu Getih Getah yang dibongkar terasa mubazir.
Karya seni berbiaya Rp 550 juta tersebut hanya bertahan 11 bulan dari waktu pemasangannya, yaitu 16 Agustus 2018.
"Yang pertama mubazir, yang kedua dulu kan pernah kami pertanyakan katanya tahan lama. Karena ada dia punya alat untuk membuat bambu tahan lama gitu lho. Itu awal yang kami dengar seperti itu," kata Gembong, Kamis.
Gembong mengatakan, DPRD sempat mengapresiasi pembangunan instalasi bambu itu. Namun, faktanya pembangunan tersebut tak lagi berguna.
Ia mengingatkan Pemprov DKI Jakarta agar lebih hati-hati dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Sudah pasti, itu harus hati-hati kan duit rakyat tidak sedikit. Bahwa saat itu kami berikan apresiasi kepada gubernur untuk menghidupkan kreativitas seni untuk ditampilkan di DKI Jakarta ya, tapi harus proporsional," kata dia.
Masyarakat sayangkan pembongkaran
Tak hanya DPRD, pembongkaran ini pun mengundang berbagai respons dari masyarakat.
Salah satu warga, Aidil (38) mengaku, tidak mempermasalahkan pembongkaran karena kondisi bambu yang sudah tidak bagus.
Meski demikian, ia menyayangkan dari segi anggaran yang terhitung besar, yakni Rp 550 juta.
"Kalau menurut saya dibongkar karena sudah rapuh. Kalau masalah anggaran, ya menyorot juga dari segi anggaran, sudah dibuat mahal-mahal," ucapnya saat ditemui di sekitar Bundaran HI, Kamis.
Namun, pegawai swasta tersebut merasa wajar jika instalasi bambu itu berharga ratusan juta mengingat karya seni memang mahal harganya.
"Saya dengar harganya Rp 550 juta, itu wajar saja karena karya seni kan memang mahal-mahal," kata dia.
Warga lain, Bima Putra menganggap, anggaran tersebut terlalu besar untuk seni yang dipakai tak sampai setahun.
Menurut dia, anggaran yang begitu besar tersebut bisa dipakai untuk keperluan lainnya.
"Kalau menurut saya sayang saja sih Rp 550 juta dalam waktu 11 bulan. Padahal bisa dibuat untuk yang lain. Perbaikan jalan, atau buat warga," ujarnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/19/07304241/getih-getah-riwayatmu-kini