BEKASI, KOMPAS.com - Langkah Pemprov DKI Jakarta memperluas kawasan ganjil genap bagi mobil pribadi dinilai tak signifikan dalam menekan polusi udara.
Padahal, keputusan ini lahir mengacu pada Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Hal ini disampaikan pengamat lingkungan sekaligus Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin dalam wawancara dengan Kompas.com, Rabu (7/8/2019) petang.
"Memang perluasan ganjil genap adalah salah satu langkah. Tapi ya tidak cukup hanya ganjil genap yang hanya sebagian, bukan seluruh wilayah kota," ujar pria yang akrab disapa Puput.
Puput menilai, kebijakan ganjil genap masih menyisakan ruang bagi pengendara mobil pribadi untuk melintasi jalur alternatif. Hal ini, menurut Puput, bikin kebijakan ganjil genap kurang efektif menekan polutan.
"25 ruas jalan ini masih membuka peluang pengendara untuj melipir, lewat kiri-kanan jalan tikus," kata dia.
"Dalam konteks polusi udara, pencemarannya hanya berpindah ke jalan alternatif sekitar situ (ruas jalan ganjil genap). Agregat cemaran udara di langit Jakarta itu tetap tercemarnya sama, enggak banyak berubah," lanjut Puput menjelaskan.
Sebagai perbandingan, KPBB mencatat kebijakan ganjil genap yang sudah diterapkan Pemprov DKI Jakarta sejak 30 Agustus 2016. Dalam dua tahun, kebijakan ganjil genap di 9 ruas jalan itu hanya berhasil menekan polusi udara sebesar 14 persen.
"Jauh dari idealnya ganjil genap yang bisa menurunkan sekitar 46 persen, kalau efektif. Ini enggak efektif, makanya hanya 14.7 persen," tutur Puput.
Sebagai informasi, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta resmi mengumumkan bahwa kebijakan ganjil genap bakal diperluas ke 25 ruas jalan, namun tak diberlakukan bagi sepeda motor. Sosialisasi bakal dilakukan hingga 8 September mendatang, sebelum diterapkan secara resmi sehari setelahnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/07/18021231/perluasan-ganjil-genap-disebut-hanya-pindahkan-sumber-polusi-udara