JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu saksi dalam persidangan kerusuhan 21-22 Mei, Waliaji mengungkapkan bahwa Gedung Bawaslu mengalami kerusakan hingga mengalami kerugian berkisar Rp 97 juta akibat kerusuhan yang terjadi selama dua hari.
Adapun Waliaji adalah saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum untuk terdakwa Ahmad Abdul Syukur. Ia juga menjabat sebagai kepala bagian umum Bawaslu.
"Totalnya kerugian sampai Rp 97 juta. Itu untuk benerin dua AC cassete, taman, kaca jendela luar bawaslu, dan pengecatan tembok," ujar Waliaji di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Waliaji mengatakan, pada 21 Mei ia pulang dari Gedung Bawaslu menuju ke rumahnya. Namun, saat itu ia melihat bahwa demonstran telah memenuhi area sekitar Bawaslu.
Setelah hari mulai malam, ia pun melihat kerumunan massa di depan gedung Bawaslu.
Demonstran melemparkan batu, bom molotov, dan botol ke arah aparat kepolisian yang saat itu berjaga di depan Bawaslu.
Namun, saat itu tak ada korban di dalam GEdung Bawaslu. Sebab, kala itu pegawai wanita diliburkan.
Keesokan harinya setelah kembali datang ke Kantor Bawaslu, Waliaji melihat kantornya sudah rusak.
"Jadi massa yang dari Kebon Sirih terus melemparkan bom dan batu ke arah petugas dan mengenai kaca jendela dua Bawaslu, AC rusak, sama taman," ucap Waliaji.
Ia mengatakan, kini fasilitas Bawaslu itu telah diperbaiki dan dapat digunakan kembali.
"Sudah diperbaki pakai uang negara," ucapnya.
Adapun saat ini ada sebanyak 12 terdakwa kerusuhan 21-22 Mei kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Agenda persidangan hari ini adalah pemeriksaan saksi yang dibawa oleh jaksa.
Sebelumnya, Ahmad Abdul Syukur didakwa menyebar kebencian atau permusuhan karena telah mengirim pesan yang berbau sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ke akun grup WhatsApp-nya.
Ahmad Abdul Syukur diketahui adalah mahasiswa simpatisan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang ikut dalam aksi 21-22 Mei.
Pesan ujaran kebencian itu ia sampaikan dua kali ke grup WhatsApp kampusnya.
Selain menyebar ujaran kebencian, Abdul dan 11 orang terdakwa lainnya didakwa ikut melakukan kekerasan terhadap aparat (polisi) yang berjaga saat kerusuhan 21-22 Mei.
Para terdakwa juga telah diperingati secara berulang-ulang dalam batas waktu yang disampaikan tidak segera pergi meninggalkan lokasi dan membubarkan diri.
Mereka juga berperan melemparkan batu, botol berisi batu petasan, hingga bom molotov ke arah aparat.
Selain melakukan kekerasan secara bersamaan, 12 terdakwa ini juga disebutkan merusak atribut aparat, mengganggu ketertiban umum, dan merusak fasilitas publik, yakni merusak kaca Gedung Bawaslu.
Jaksa mendakwa Abdul melanggar Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi atas perubauan Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika Jo Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No 19 tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Kemudian, ia bersama 11 orang terdakwa lainnya juga didakwa Pasal 212 KUHP jo Pasal 214 (1) KUHP, Pasal 170 KUHP jo Pasal 56 Ayat 2 KUHP, Pasal 358 KUHP jo Pasal 56 Ayat 2 KUHP, dan Pasal 218 KUHP jo Pasal 56 (2) KUHP.
Sidang dilanjutkan tanggal 3 September 2019 dengan agenda pembacaan tuntutan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/28/20032491/saksi-sebut-gedung-bawaslu-derita-kerugian-rp-97-juta-akibat-kerusuhan-21