JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap dirinya, Selasa (10/9/2019).
Berikut 10 fakta dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu.
1. Didampingi penasihat hukum dari TNI
Kivlan didampingi penasihat hukum dari TNI pada sidang perdananya. Jaksa penuntut umum merasa berkeberatan dengan kehadiran penasihat hukum militer.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, kata jaksa, penasihat hukum militer hanya bisa memberikan jasa hukum di dalam peradilan militer.
"Sekarang Pak Kivlan purnawirawan dan ini sidang umum," kata jaksa.
Majelis Hakim kemudian meminta tim penasihat hukum Kivlan memberi penjelasan tertulis mengenai status penasihat hukum militer. Penjelasan itu harus diberikan pada sidang berikutnya.
2. Didakwa kuasai 4 senpi dan 117 peluru tajam
Kivlan didakwa menguasai empat pucuk senjata api ilegal dan 117 peluru tajam.
Empat pucuk senpi ilegal itu yakni senpi laras pendek jenis revolver merk Taurus kaliber 38 milimeter seharga Rp 50 juta, senpi laras pendek jenis mayer warna hitam kaliber 22 milimeter seharga Rp 5,5 juta.
Kemudian, senpi laras pendek jenis revolver kaliber 22 milimeter seharga Rp 6 juta, dan senpi laras panjang rakitan kaliber 22 milimeter dengan harga Rp 15 juta.
Senpi itu dibeli oleh orang suruhan Kivlan.
"Perbuatan terdakwa bersama saksi-saksi telah menguasai senjata api tanpa dilengkapi dengan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang," ujar jaksa Fahtoni membacakan surat dakwaan.
Kivlan didakwa dengan dua dakwaan.
Dakwaan pertama, Kivlan dinilai melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara dakwaan kedua, Kivlan didakwa melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 56 Ayat 1 KUHP.
3. Gunakan sepucuk senpi untuk pengamanan diri
Dari empat senpi yang dikuasai, kata jaksa, Kivlan menggunakan satu senpi untuk pengamanan dirinya.
Kivlan memerintahkan orang suruhannya, Helmi Kurniawan, untuk menyerahkan satu senpi laras pendek kepada Azwarni untuk pengamanan dirinya.
Pada 6 Maret 2019, Helmi menyerahkan senpi itu pada 6 Maret 2019.
Pada hari yang sama, Kivlan menghubungi Helmi dan memintanya menyerahkan senpi kepada Azwarni untuk pengamanan dirinya.
"Karena terdakwa akan pergi ke luar kota. Kemudian dijawab bahwa senjata api jenis mayer telah diterima oleh saksi Azwarni," kata jaksa.
4. Beri Rp 25 juta untuk mata-matai Wiranto dan Luhut
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Kivlan memberi uang Rp 25 juta kepada seseorang bernama Tajudin melalui Helmi.
Uang itu digunakan untuk memata-matai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
"Saksi Helmi Kurniawan menyerahkan uang sebesar Rp 25 juta yang berasal dari terdakwa (Kivlan) kepada saksi Tajudin sebagai biaya operasional survei dan pemantauan guna memata-matai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan," ujar jaksa Fahtoni.
Dana yang diberikan Kivlan berasal dari Habil Marati. Habil disebut memberikan uang 15.000 dolar Singapura kepada Kivlan.
5. Kecewa dengan senjata yang dibeli suruhannya
Kivlan disebut kecewa dengan bentuk senjata api rakitan laras panjang kaliber 22 milimeter yang dibelikan Helmi untuk dirinya.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Kivlan menyampaikan itu saat dia melihat senpi itu di rumah Helmi.
"Menurut terdakwa, senjata api itu hanya cocok untuk menembak tikus," kata jaksa.
6. Perintahkan beli senjata sebelum Pemilu
Karena kecewa, Kivlan akhirnya meminta Helmi untuk membeli lagi senjata api laras panjang. Kivlan meminta Helmi membeli senpi lain.
Dia memerintahkan senpi itu harus sudah dibeli sebelum Pemilu berlangsung pada 17 April 2019.
"Kemudian (terdakwa) memerintahkan kembali agar saksi Helmi mencari senjata api laras panjang yang kalibernya lebih besar dan harus didapatkan sebelum pelaksanaan Pemilu," ujar jaksa.
7. Ajukan nota keberatan
Kivlan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa terhadapnya.
Kivlan menyatakan akan menolak dakwaan jaksa yang menyebut dirinya menguasai empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam.
"Saya tidak bisa menerima dan tidak benar. Jadi saya akan eksepsi," ujar Kivlan.
Kivlan mengemukakan, dia akan menyampaikan sendiri eksepsinya dalam sidang berikutnya. Tim penasihat hukum juga akan menyampaikan eksepsi mereka.
Majelis hakim memberikan waktu dua pekan kepada Kivlan dan tim penasihat hukumnya untuk menyusun eksepsi.
8. Ajukan permohonan berobat ke RSPAD
Kivlan mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk berobat ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
"Kalau Yang Mulia memperkenankan, boleh kami dirujuk dulu untuk berobat," ujar Kivlan sambil beberapa kali batuk.
Penasihat hukum Kivlan, Tonin Tachta, menyebut, kliennya itu sudah diperiksa di klinik Rutan Pomdam Jaya Guntur. Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, Kivlan harus dirujuk ke RSPAD.
Tim penasihat hukum telah menyerahkan surat permohonan berobat itu kepada Majelis Hakim.
"Itu rekomendasi dari klinik. Kan beliau ditahan di Guntur, ada kliniknya. Rujukannya ke RSPAD yang bisa menangani penyakit-penyakit yang diduga perlu pengobatan ataupun pengecekan," kata Tonin.
Kivlan disebut menderita beberapa penyakit, seperti sinusitis, sakit kepala, luka bekas granat nanas di kaki, dan tekanan darah yang naik turun.
Kivlan bahkan tiga kali terjatuh di rutan karena tekanan darahnya tidak stabil. Karena itu, dia pun memakai kursi roda saat menjalani sidang perdana.
Majelis Hakim yang menangani perkara Kivlan meminta surat permohonan berobat itu dilengkapi dengan rencana berobat Kivlan secara rinci, riwayat pengobatan, dan catatan medis Kivlan yang sebelumnya.
"Nanti kami pertimbangkan," tutur Hakim Ketua Haryono.
9. Ajukan penangguhan penahanan
Kivlan melalui tim penasihat hukumnya mengajukan penangguhan penahanan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani perkaranya.
"Kami akan mengajukan surat juga kepada Yang Mulia perihal permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan selama pemeriksaan pengadilan," ucap Tonin.
Penangguhan penahanan diajukan karena Kivlan menderita beberapa penyakit dan mengingat usianya yang sudah 73 tahun.
Kivlan juga pernah mengajukan penangguhan penahanan saat ditahan oleh polisi. Namun, polisi tidak mengabulkan permohonan itu karena Kivlan dianggap tidak kooperatif.
10. Sidang eksepsi digelar 26 September
Sidang lanjutan terhadap Kivlan akan digelar pada 26 September 2019. Kivlan dan tim penasihat hukumnya akan menyampaikan eksepsi dalam sidang tersebut.
"Jadi untuk pengajuan eksepsi diundur menjadi Kamis, tanggal 26 September 2019," kata Hakim Ketua Haryono.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/11/07335761/10-fakta-sidang-kivlan-zen-yang-didakwa-kuasai-senpi-ilegal