Bola karet itu lalu dilontarkan dengan menggunakan katapel kayu atau besi hingga mengenai benda keras seperti tembok.
Argo mengatakan, ledakan yang dihasilkan peluru atau bom katapel menyerupai mercon banting yang akan meledak jika mengenai benda keras atau bahan mudah terbakar seperti bensin.
Saat ini, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri tengah meneliti jenis bahan peledak yang dimasukkan dalam bola karet tersebut.
"Ini (bom katapel) dibuat mirip dengan mercon banting. Di dalam bola karet terdapat bahan peledak dan jenisnya yang mengetahui adalah Puslabfor," kata Argo saat dikonfirmasi, Selasa (22/10/2019).
Argo mengungkapkan, polisi telah melakukan uji ledak bom katapel itu sebanyak tiga kali. Dari situ diketahui, bom tersebut akan meledak jika mengenai benda keras.
Berdasarkan video uji coba peledakan yang diterima wartawan, daya ledak bom katapel masih relatif rendah. Saat bola karet terbentur tembok, ledakan yang dihasilkan menyerupai petasan.
Seperti diketahui, bom katapel rencananya akan digunakan untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih yang digelar di gedung DPR RI, Jakarta, pada hari Minggu lalu.
Polisi telah menangkap enam tersangka terkait perencanaan pengeboman menggunakan bom katapel tersebut. Mereka adalah SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.
Keenam tersangka tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F yang dibentuk tersangka SH.
Grup WhatsApp itu diketahui beranggotakan 123 orang. Salah satu anggotanya adalah Eggi Sudjana.
Eggi ditangkap dan diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus itu. Namun Eggi dipulangkan setelah pemeriksaan selesai.
Dalam berkomunikasi via WhatsApp, kata Argo, anggota grup menggunakan bahasa sandi khusus yang biasa disebut sandi mirror.
Sandi mirror artinya mengganti huruf dalam keyboard ponsel yang seolah-olah hasil proyeksi dalam cermin. Mereka misalnya mengganti huruf A menjadi huruf L dan mengganti huruf Q dan P.
Penggunaan sandi dalam berkomunikasi bertujuan untuk mencegah orang lain memahami isi percakapan dalam grup itu.
Selain berencana meledakkan bom katapel, kelompok itu juga merencanakan aksi melepas monyet di depan gedung DPR/MPR RI dan Istana Negara untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden.
Para tersangka kini dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.
Kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.
Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat kerusuhan di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/22/12030041/bom-katapel-dibuat-menyerupai-mercon-banting-meledak-jika-kena-benda