JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lengkap rasanya pergi ke Jakarta tanpa mengenal sejarahnya. Sejatinya, Ibu kota Indonesia ini menyimpan banyak sejarah yang menarik untuk dipelajari.
Jakarta memiliki beragam museum yang menarik untuk dikunjungi. Dibalut dengan arsitektur bekas peninggalan Belanda yang klasik.
Berbagai museum-museum bersejarah pun bisa Anda temui dengan mudah di setiap sudut kota Jakarta. Selain harga tiket masuk yang murah, museum-museum bersejarah ini juga memuat gudang ilmu yang seru dan tentu menjadi lokasi foto yang menarik.
Berikut adalah lima museum bersejarah di Jakarta yang wajib Anda kunjungi:
Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal dengan Fatahillah adalah museum yang terletak di kawasan Kota Tua Jakarta. Awalnya, museum Fatahilah berfungsi sebagai balai kota Batavia di zaman pemerintahan VOC.
Museum Sejarah Jakarta memiliki gaya arsitektur klasik, perpaduan Tiongkok, Eropa, dan Indonesia yang kental. Museum itu berdiri gagah di tengah Taman Fatahillah.
Museum Sejarah Jakarta sudah berdiri sejak 1712 dan masih terdapat bekas ruang-ruang pemerintahan pada masa Belanda lengkap dengan mebel–mebel tua yang diabadikan dalam lemari, serta penjara bawah tanah.
Selain itu, di sana terdapat berbagai koleksi peninggalan zaman prasejarah, kedatangan bangsa Eropa, hingga perlawanan bangsa atas pendudukan VOC.
Terdapat juga pedang, prasasti, maupun patung replika yang tersebar di Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang Batavia.
Tiket masuknya pun cukup murah. Dengan menyediakan kocek sebesar Rp 2.000 - Rp 5.000 , Anda bisa menikmati wisata sejarah di sini.
Museum ini buka setiap Selasa-Minggu pada pukul 09.00 - 15.00 WIB. Sementara, Senin dan libur nasional, museum ini ditutup.
Museum ini berlokasi di Jalan Medan Merdeka Barat atau di sebelah barat dari Tugu Monas (Monumen Nasional). Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.
Museum Nasional terdapat tujuh jenis benda peninggalan prasejarah, arkeologi, keramik, numismtik-heraldik, sejarah, etnografi, dan geografi.
Tak hanya itu, di sana juga terdapat koleksi benda kuno dari seluruh nusantara, yakni arca, prasasti, barang kerajinan, dan benda bersejarah lainnya dengan jumlah lebih dari 140.000 koleksi.
Awalnya, Museum Nasional diprakarsai dengan berdirinya asosiasi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Asosiasi ini didirikan oleh pemerintah koloni Belanda pada 24 April 1978.
JCM Radermacher, salah satu pendiri asosiaisi menyumbangkan rumahnya beserta koleksi buku dan benda-benda budaya yang menjadi dasar pendirian museum. Karena semakin banyak koleksi yang terkumpul, Belanda lalu membuat bangunan itu sebagai museum pada 1862 dan dibuka secara resmi pada 1868.
Jam buka museum ini adalah Selasa–Jumat: 08.00 – 16.00 WIB. Sedangkan, pada Sabtu–Minggu: 08.00 – 17.00 WIB. Harga tiket sebesar Rp 5.000 untuk dewasa per orang dan Rp 2.000 untuk anak-anak.
Museum Taman Prasasti merupakan museum cagar budaya peninggalan Belanda yang memiliki koleksi prasasti nisan kuno, koleksi kereta jenazah antik, dan miniatur makam dari berbagai provinsi di Indonesia.
Awalnya, museum yang berlokasi di Jalan Tanah Abang Nomor 1, Jakarta Pusat, adalah sebuah pemakaman untuk para bangsawan dan pejabat tinggi Belanda pada masa VOC berkuasa di Batavia.
Pada 1975, pemakaman ini ditutup lalu diresmikan kembali sebagai museum pada 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Museum Taman Prasasti memiliki arsitektur Yunani kental dan dirancang dengan gaya doria. Gaya doria memiliki ciri khas tiang-tiang besar di bagian depan konon menandakan kerajaan yang kuat.
4. Museum MH Thamrin
Museum MH Thamrin merupakan museum yang memiliki nilai historis dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Awal tahun 1986, Museum MH Thamrin difungsikan sebagai tempat pemotongan hewan milik orang Belanda.
Museum ini berlokasi di Jalan Kenari II Nomor 15, Menteng, Jakarta Pusat.
Pada 1927, Mohammad Hoesni Thamrin membelinya untuk dijadikan pusat kegiatan organisasi Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Thamrin menjadikan gedung ini sebagai suatu kegiatan pergerakan kemerdekaan Indonesia agar lepas dari belenggu penjajahan kolonial Belanda.
Museum ini memiliki koleksi budaya Betawi seperti meja kursi khas Betawi, perlengkapan rumah orang Betawi, dan perlengkapan musik Tanjidor. Ada pula perlengkapan musik gambang kromong dan pakaian penari Ronggeng Blantek.
Museum ini buka setiap Selasa-Minggu pukul 09.00 sampai dengan 15.00 WIB dan tutup pada Senin serta hari besar. Harga tiketnya pun cukup ramah di kantong, hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 5.000 per orang.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi adalah museum yang wajib dituju bagi masyarakat karena museum ini memuat sejarah proklamasi Indonesia.
Museum ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia dan memuat pengetahuan mengenai proses perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Suasana 17 Agustus 1945 terasa sangat kental di museum yang berlokasi Jalan Imam Bonjol No 1, Menteng, Jakarta Pusat.
Museum ini memiliki dua lantai bergaya arsitektur art deco yang didirikan pada sekitar 1920-an. Museum Perumusan Naskah Proklamasi dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama JFL Blankenberg.
Pada masa pemerintahan kolonial Jepang, bangunan seluas 1.138 meter persegi itu merupakan kediaman Laksamana Maeda, seorang Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat Jepang.
Gedung museum ini juga pernah dikontrak oleh Kedutaan Inggris pada 1961 hingga 1981. Kemudian, pada 1982 beralih fungsi sebagai kantor Perpustakan Nasional.
Lalu, pada 1984 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto menginstruksikan agar gedung ini difungsikan sebagai museum yang dikenal seperti sekarang ini.
Tiket masuknya museum ini cukup murah, hanya Rp 2.000 untuk dewasa, dan Rp 1.000 untuk anak-anak.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/13/17063041/yuk-belajar-sejarah-jakarta-lewat-5-museum-ini