BOGOR, KOMPAS.com - Air bah itu datang membawa bermacam masalah, termasuk masalah bagaimana Irianti (57) keluar dari rumahnya yang mulai terendam air setinggi 60 sentimeter di Villa Nusa Indah Blok F5 Nomor 12A, Jatiasih, Bekasi.
Irianti bersama keluarganya baru saja mengevakuasi warga yang lebih dulu terkena air bah. Niat menjadikan rumahnya sebagai tempat pengungsian pun harus dia urungkan.
Pasalnya, setelah dia kembali pukul 09.00 pagi, rumahnya itu ternyata sudah terendam banjir.
"Saya baru nolong kampung sebelah, eh pulang-pulang tahunya air sudah masuk," kata dia saat ditemui Kompas.com di posko penanggulangan bencana Bojong Kulur, Kabupaten Bogor, Kamis (2/1/2020).
Irianti tidak sendiri, tetangganya Widyarsi juga mengalami hal yang sama. Terlebih Widyarsi yang berusia 45 tahun tersebut memiliki seorang anak berusia tujuh tahun.
Air bah yang datang dari Cileungsi dan Cikeas menerjang tanpa ampun kawasan Villa Nusa Indah tempat mereka tinggal. Tidak butuh waktu lama, pukul 10 pagi, Widyarsi harus naik ke lantai dua rumahnya.
"Sudah seleher, padahal baru sekitar satu jam," kata dia.
Panik bukan main menjadi bagian dari cerita Widyarsi. Bukan karen keselamatan jiwanya, tetapi tentang keselamatan anaknya yang masih berusia 7 tahun, mulai gemetar dan panik melihat air yang kian tinggi.
Bersama tetangga yang lain, dia mencoba menghubungi bantuan terdekat untuk evakuasi. Di luar sana, jalan raya berubah menjadi sungai dengan arus yang begitu deras.
Tak bisa lagi dilawan, berani melawan berarti siap hanyut terbawa air bah.
Dia mencoba bertahan selama kurang lebih delapan jam di atas rumah lantai duanya. Air diperkirakan mencapai puncaknya pada tengah hari.
"Lebih sepintu, lebih 2 meter. Saya takut sekali kalau-kalau anak saya tercebur," kata dia.
Binatang melata terapung-apung
Setelah beberapa jam dari puncak ketinggian, air yang mengamuk dari Cileungsi dan Cikeas mulai mereda. Meski tidak secepat itu surut, air mulai terlihat tenang dan tidak bergejolak bak arus arum jeram.
Widyarsi kemudian berniat untuk segera mengevakuasi anaknya ke tempat yang lebih tinggi.
Tetapi tidak semudah yang dia pikirkan. Bermacam binatang dan serangga menyeramkan mulai ikut terapung-apung bersama air yang semakin tenang.
Kecoa, kelabang dan sejenisnya berenang perlahan di dalam rumahnya. Ketika dia melongo ke bawah dari lantai dua rumahnya, seekor ular meliuk-liuk berenang menuju rumahnya.
"Kobra Mas, kobra, beruntung ada polisi waktu itu, waktu evakuasi saya dan anak," kata dia.
Dia bersama anaknya berhasil dievakuasi petugas pukul 17.00 WIB sebelum hari gelap dan berhasil mengungsi ke rumah penduduk sekitar.
Selepas dia dievakuasi, Widyarsih mengaku tak ada lagi evakuasi lainnya dikarenakan prioritas bagi anak-anak dan lanjut usia dirasa sudah bisa diamankan.
Mereka yang bertahan di rumah, ditinggal bersama kegelapan tanpa penerangan listrik.
"Gelap, dan perahu karet kan ada empat, katanya dipinjam untuk evakuasi ke tempat lain," kata dia.
Terperangkap lebih dari 18 jam
Tapi tidak semua bisa seberuntung nasib Widyarsih, seperti Nursifa, Warga Blok C Nusa Indah ini menjadi warga yang harus bertahan di atas atap karena proses evakuasi terhenti di malam hari.
Dia bersama warga lainnya harus tidur bersama ketidakpastian hingga air mulai surut. Nursifa berhasil bertahan, tak makan, tak minum selama 18 jam di atas atap rumahnya.
"Dari jam delapan saya enggak ada yang nolongin," kata dia.
Sesampainya di posko, dia menyantap mie instan yang diberikan oleh dapur umum yang dibentuk kepolisian setempat.
Nursifa mengaku, dia dan beberapa tetangganya bisa lepas dari banjir setelah air benar-benar surut mencapai 40 sentimeter. Dia dan beberapa tetangganya memberanikan diri untuk melaju ke tempat tinggi pukul 01.00 dini hari.
"Kalau enggak surut, kami mungkin enggak keluar, ini sudah surut baru bisa keluar," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/02/20481141/korban-banjir-villa-nusa-indah-terperangkap-selama-18-jam-bersama-air-bah