Salin Artikel

Milan, Kota dengan Jalanan Sempit, Tanpa JPO, dan Masih Eksisnya Trem

MILAN, KOMPAS.com - Milan adalah salah satu kota terkemuka dunia yang paling banyak dikenal dalam dunia fashion dan sepak bola.

Seiring perjalanan waktu, Milan terus tumbuh menjadi kota modern, tak terkecuali dalam layanan transportasi perkotaannya.

Dikutip dari urbanrail.net, hingga November 2015, Milan sudah memiliki empat jaringan kereta metro (nama lain MRT), tiga di antaranya full di bawah tanah.

Secara keseluruhan, jaringan kereta metro di Milan melayani rute mencapai 91,5 kilometer dengan 113 stasiun.

Namun, meski kini telah memiliki jaringan transportasi modern, nyatanya Milan tak meninggalkan moda transportasi konvensional seperti trem.

Pemandangan itulah yang tampak saat Kompas.com berkunjung ke kota tersebut dalam sebuah kegiatan yang diadakan Mola TV, pekan lalu.

Di jalan-jalan kota Milan, trem masih eksis. Trem bahkan masih melayani rute yang melintas di beberapa objek wisata terkenal di kota tersebut, di antaranya Gereja Katedral Duomo dan Stadion Giuseppe Meazza, San Siro.

Trem sendiri merupakan moda transportasi yang sudah lama dihilangkan dari Jakarta.

Pada masa kolonial Belanda, trem masih eksis beroperasi di Jakarta, yang ketika itu bernama Batavia.

Namun, seiring hengkangnya Belanda dari Indonesia, trem secara perlahan tak lagi dipakai.

Dikutip dari historia.id, trem dihilangkan karena dianggap tak sesuai dengan citra kota modern lantaran tak berada di bawah tanah.

Pada akhirnya, Jakarta resmi menghapus trem pada 1962, disusul Surabaya pada 1970-an. Adapun di Semarang sudah lebih dulu hilang pada 1940.

Selain keberadaan trem, pemandangan lain yang bisa ditemui di Milan adalah jalan-jalan kotanya yang sempit, khas kota-kota di negara maju.

Hampir sulit menemukan ada jalanan seukuran Sudirman, Thamrin, atau Gatot Subroto di kota tersebut.

Padahal, Milan berada di negara dengan jumlah penjualan mobil terbanyak nomor sembilan di dunia, berdasarkan data yang dilansir Jato Dynamics tahun 2018.

Milan bisa jadi merupakan salah satu kota dunia yang lebih memilih jalanan kecil demi menekan tingkat kecelakaan.

Penelitian akademis terbaru, di Cities Safer by Design, dari WRI Ross Center for Sustainable Cities, menunjukkan bahwa jalanan kota yang lebih luas sebenarnya lebih berbahaya daripada jalur yang lebih sempit.

Penelitian WRI menunjukkan bahwa kota-kota dengan lebar jalur 2,8-3,25 meter (9,2 sampai 10,6 kaki), seperti Amsterdam (Belanda), Kopenhagen (Denmark) dan Tokyo (Jepang), memiliki tingkat kecelakaan fatal terendah per 100.000 penduduk.

Namun, banyak kota, khususnya di negara berkembang, memiliki jalur yang lebih lebar dan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Misalnya, di kota-kota seperti Beijing (China), Chennai (India) dan Fortaleza (Brasil), tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas adalah 20-27,2 kematian per 100.000 penduduk.

Kota-kota terebut memiliki kesamaan, yakni jalur lalu lintas yang lebarnya lebih dari 3,6 meter (11,8 kaki).

Kondisi yang sama juga terjadi di New Delhi, Mumbai dan São Paulo yang memiliki jalur yang lebih lebar, mulai dari 3,25 meter sampai 3,6 meter (10,6 sampai 11,8 kaki), yang menyebabkan tingkat kematian 6,11-11,8 penduduk per 100.000.

Dikutip dari wri-indonesia.org, jalanan kota yang lebar membuat mobil melaju lebih cepat. Akibatnya, potensi kecelakaan dan cedera meningkat.

Sebaliknya, jalur lalu lintas yang sempit, ditambah dengan batas kecepatan yang lebih rendah, bisa menumbuhkan rasa kesadaran yang lebih besar diantara pengemudi.

Jalur lalu lintas yang sempit juga berpengaruh terhadap keberadaan jembatan penyeberangan orang (JPO).

Pantauan Kompas.com selama menyusuri jalan-jalan di Milan, hampir tak ada ruas jalan yang dilengkapi JPO.

Hanya ada zebra cross yang disediakan untuk pejalan kaki yang hendak menyeberang.

Tak ada kendaraan yang terus melaju saat lampu lalu lintas memberikan tanda berhenti.

Communications and Partnership Manager ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) Indonesia, Fani Rachmita mengatakan, di negara maju pada umumnya, JPO hanya dibangun ketika ada hambatan alam, seperti sungai dan laut, ataupun saat bersinggungan dengan jalan tol rel kereta api.

Biasanya, JPO juga dibangun hanya untuk penghubung antar gedung.

"JPO (di atas jalan raya) yang masih ditemukan umumnya juga karena faktor telanjur dibangun, kalau kasus seperti ini biasanya di bawahnya disertai dengan zebra cross sebagai opsi penyeberangan," kata Fani kepada Kompas.com, Minggu (26/1/2020).

Dikutip dari laman itdp.org, keberadaan JPO hanya mempersulit dan membuat pejalan kaki menempuh rute yang lebih panjang.

JPO juga dinilai hanya memperburuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan, pejalan kaki, dan pengguna sepeda.

Sebab, memisahkan jalur orang dengan jalur kendaraan hanya memacu peningkatan kecepatan kendaraan, kelalaian pengemudi, dan kematian akibat kecelakaan lalu lintas.

Tak cuma itu, JPO juga biasanya dibangun dengan tangga curam yang sangat sulit diakses oleh para penyandang cacat, anak-anak, orang tua, dan siapapun yang membawa barang.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/27/11561521/milan-kota-dengan-jalanan-sempit-tanpa-jpo-dan-masih-eksisnya-trem

Terkini Lainnya

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke