JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana gugatan class action terkait banjir awal tahun digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/2/2020) kemarin.
Sidang itu diagendakan untuk pemeriksaan administrasi terkait gugatan tersebut.
Adapun sebagai informasi sidang gugatan itu ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Berikut fakta-fakta sidang gugatan class action itu:
1. Tiga perwakilan penggugat tidak hadir
Sidang gugatan class action terkait banjir ini mewakili lima wilayah Jakarta yang terkena banjir. Sehingga ada lima orang dari setiap wilayah yang menjadi penggugat.
Saat sidang perdana itu, ada dua perwakilan wilayah sebagai penggugat yang hadir, yakni Alfius Christiano (56) perwakilan Jakarta Utara dan Syahrul Partawijaya (56) dari Jakarta Pusat.
Sementara, tiga orang perwakilan penggugat lainnya, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat tidak menghadiri persidangan.
"Hanya dua yang hadir (penggugat), sisanya tidak berani muncul. Nanti saya tanyakan apakah dia mau cabut gugatannya atau bagaimana," ujar Azas Tigor, salah satu tim advokasi dalam persidangan.
2. Tiga orang perwakilan penggugat tertekan
Azas mengatakan, tiga orang penggugat yang tidak hadir itu lantaran mereka mendapat tekanan dari beberapa pihak.
Misalnya, kenapa mereka harus langsung mengambil tindakan gugatan class action kepada Anies saat banjir awal tahun itu.
Selain itu, mereka juga diimbau supaya mencabut gugatan tersebut.
Hal ini menyebabkan para pelapor merasa tertekan sehingga belum berani untuk muncul.
Setelah ungkapan itu, hakim juga mempersilahkan kuasa hukum tersebut untuk mengganti perwakilan penggugat.
"Silahkan kalau memang mau mengganti, apakah dua orang perwakilan penggugat ini mau dicabut dan digantikan orang lain," ucap hakim.
Mendengar hal itu, tim advokasi pun meminta tenggang waktu untuk menanyakan kembali kesediaan tiga perwakilan penggugat class action banjir itu.
Jika nantinya mereka tidak bersedia, tim advokasi akan mencarikan penggantinya.
3. Gugatan class action yang diajukan kepada Anies
Seusai sidang, salah satu penggugat dari Jakarta Utara mengatakan, ia mengajukan gugatan lantaran menilai tidak ada penanggulangan yang dilakukan Pemprov DKI menjelang musim hujan kali ini.
Tidak ada pengerukan kali yang dilakukan Pemprov di kawasan Gading Griya Lestari, tempat dia tinggal.
Rudi juga menyayangkan pasukan oranye belakangan ini tidak lagi rutin membersihkan kawasan rumahnya.
Kemudian, saat banjir terjadi di kawasan rumahnya, tidak ada perahu karet yang tersedia.
Tahun 2012, kata dia, perahu karet kerap disediakan oleh Tim SAR di kawasan rumahnya.
"Sekarang kayak getek aja dari warga, kami bayar berapa, makanya kami minta Pemprov DKI untuk diperbaiki," kata dia.
Bahkan menurut para penggugat, tidak ada informasi dini terkait banjir dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada masyarakat, khususnya daerah kawasan yang di bantaran Kali Ciliwung.
Oleh karena itu, ia dan penggugat lainnya menganggap Anies lalai menjalankan tugasnya sebagai gubernur.
Melalui gugatan itu, warga menuntut Anies membayar uang kompensasi kerugian korban banjir sebesar Rp 42 miliar.
4. Ini kata Biro Hukum
Kasubbag Bantuan Hukum Biro Hukum DKI Jakarta Haratua Purba memberi tanggapan terkait gugatan itu. Ia memberi pembelaan kepada Anies yang disebut lalai.
"Tidak lalai, tidak tidak (Anies tidak lalai)," ujar Hara.
Menurut dia, Anies telah menjalankan tugasnya untuk mengantisipasi banjir di Jakarta saat itu.
Mulai dari adanya informasi peringatan terkait adanya banjir hingga respons cepat dari Pemprov terhadap korban yang terdampak banjir. Menurut Hara, Anies dan jajaran Pemprov DKI sudah melakukan tugasnya dengan baik.
Ia menilai sejumlah gugatan yang diajukan terhadap Anies hanya klaim dari warga Jakarta selaku pihak penggugat.
"Oh itu (gugatan) mah klaim mereka semua. Semua (antisipasi banjir dan respons cepat Pemprov untuk korban banjir) sudah tertangani dengan baik," ucap dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/02/04/08044591/empat-fakta-dalam-sidang-perdana-gugatan-class-action-banjir-terhadap