Salin Artikel

Jumat, Massa Bakal Demo di Depan Kedubes India

Aksi unjuk rasa tersebut akan digelar oleh Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212.

"Iya surat pemberitahuan sudah diterima," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi, Kamis (5/3/2020).

Kendati demikian, Yusri tak menjelaskan jumlah personel pengamanan yang diterjunkan untuk mengawal aksi unjuk rasa itu.

Sementara itu, rekayasa lalu lintas di sekitar lokasi unjuk rasa, yakni di wilayah Kuningan, Jakarta Selatan akan diberlakukan secara situasional.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, aksi unjuk rasa itu digelar sebagai aksi protes atas kerusuhan antara umat Muslim dan Hindu di New Delhi, India.

Kerusuhan itu terjadi karena penolakan Citizenship Amendment Act (CAA) yang juga disebut sebagai UU Kewarganegaraan Anti-Muslim.

"Menyerukan umat Islam Indonesia untuk melakukan aksi protes ke Kedutaan Besar India di Jakarta pada hari Jumat, tanggal 6 Maret 2020," bunyi keterangan tentang aksi unjuk rasa itu.

FPI, GNPF Ulama, dan PA 212 mengecam aksi kekerasan dan persekusi yang dilakukan oleh sejumlah umat Hindu dan penguasa India terhadap umat Islam India.

Sehingga, mereka mendesak pemerintah India segera mengambil tindakan untuk menghentikan aksi kekerasan dan persekusi terhadap Umat Islam India.

Seperti diketahui, kerusuhan berlangsung di ibu kota New Delhi dan menewaskan hingga 42 orang.

Bentrokan itu terjadi pada Minggu (23/2/2020), dan mengalami eskalasi ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkunjung selama dua hari.

Para korban tewas kerusuhan India tidak hanya terjadi dari kalangan warga sipil, tetapi juga polisi yang tengah menjaga keamanan.

Ketegangan itu dipicu UU Kewarganegaraan kontroversial, Citizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan oleh pemerintah pada 2019.

Dilansir BBC, CAA atau juga dikenal sebagai Citizenship Amendment Bill (CAB) merupakan amendemen UU Kewarganegaraan lama India berusia 64 tahun.

Pada dasarnya, undang-undang tersebut mendefinisikan migran ilegal adalah mereka yang memasuki India tanpa dokumen resmi, atau tinggal lebih dari masa berlaku visa.

Seorang migran harus tinggal di India, atau bekerja bagi negara selama 11 tahun sebelum mereka bisa mengajukan proses menjadi warga negara.

Namun, dalam CAA, terkandung pengecualian bagi mereka yang berasal dari enam komunitas keagamaan minoritas, yakni Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen.

Mereka bisa mengajukan izin tinggal jika mereka bisa membuktikan diri berasal dari negara seperti Pakistan, Afghanistan, serta Bangladesh.

Mereka diharuskan untuk tinggal dan bekerja di Negeri "Bollywood" selama enam tahun sebelum bisa dinaturalisasi sebagai warga negara.

Mengapa aturan ini begitu kontroversial?

Kelompok kontra menyatakan, UU Kewarganegaraan yang diamendemen ini dianggap eksklusif dan melanggar prinsip sekularitas yang dilindungi konstitusi.

Konstitusi India dengan tegas melarang adanya diskriminasi agama, dan menganggap semua warga adalah sama di mata hukum.

Pengacara asal New Delhi, Gautam Bhatia, mengatakan UU tersebut jelas membagi warga negara menjadi Muslim dan non-Muslim.

Dia menuding UU itu secara eksplisit dan terang-terangan berusaha untuk memperkuat upaya adanya diskriminasi agama di sana.

Sejarawan Mukul Kesavan menuturkan, bahasa UU itu mungkin memang diajukan bagi warga asing. Namun sebenarnya untuk mendelegitimasi kewarganegaraan Muslim.

Kritik yang berembus menyatakan, jika memang ingin melindungi minoritas, UU tersebut seharusnya menyertakan Muslim yang dipersekusi di negaranya sendiri. Seperti misalnya kaum Ahmadiyah di Pakistan serta Rohingya di Myanmar.

Kritik itu membuat politisi partai penguasa, Bharatiya Janata Party (BJP) angkat bicara.

Politisi senior BJP Ram Madhav menyatakan UU tersebut ditujukan untuk menangkal India dari migran ilegal yang hendak masuk.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/05/12180581/jumat-massa-bakal-demo-di-depan-kedubes-india

Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke