JAKARTA, KOMPAS.com - Meski pemerintah telah mengeluarkan instruksi kerja dari rumah atau work from home (WFH), nyatanya masih saja ada karyawan yang bekerja di kantor.
Cinta, bukan nama sebenarnya, merupakan karyawati di perusahaan otomotif. Dia mengaku masih bekerja di kantor.
Perempuan 26 tahun itu harus merogoh kocek lebih sebagai ongkos transportasi taksi online yang ia gunakan dari apartemen tempat dia tinggal menuju kantornya yang berjarak kurang lebih 10 kilometer.
Cinta mengaku tidak punya pilihan lain, sebab transportasi umum yang biasa ia tumpangi dinilai belum terjamin bebas dari virus corona. Cinta khawatir bila harus berdesak-desakan.
"Jaraknya 10 kilometer kayaknya. Ke kantor naik taksi online walaupun mahal lebih aman, dan terhindar dari keramaian," ucapnya melalui pesan singkat, Senin (23/3/2020).
"Kebayang enggak sih kalau naik bus ramai banget. Dan sebenarnya sekaligus menghindari kontak di transportasi umum, gitu. Kan pegangannya pasti kotor juga," imbuhnya.
Walau naik taksi online, Cinta tetap menggunakan masker, jaket yang dilengkapi kantung kepala atau hoodie. Tak lupa hand sanitizer ia bawa ke mana pun pergi.
Salah satu alasan mengapa masih bekerja di kantor, Cinta ungkap. Menurut dia, divisi ia ditempatkan merupakan divisi penting yang menyangkut distribusi keluar masuknya barang dari pabrik.
Meski menjaga jarak alias social distancing dengan teman sekantor, Cinta terkadang merasa sedih dengan situasi ini.
"Kayaknya baru pertama kali dalam keadaan kayak gini, capek juga sih. Lebih karena yang biasa kami bersosialisasi dengan orang lain, pergi ke mana, di keadaan saat ini enggak bisa ketemu, enggak bisa jalan bareng," kata Cinta.
Cinta berharap ada kebijakan kantor dalam waktu dekat yang mewajibkan karyawannya bekerja dari rumah.
Senada dengan Cinta, Bunga (bukan nama sebenarnya), merupakan karyawan asal Jakarta Selatan yang juga merasakan hal serupa.
Sebelum ada wabah corona, tiap hari Bunga menggunakan moda transportasi bus transJakarta untuk ke kantor.
Namun, karena kantornya tidak menerapkan sistem WFH, Bunga lantas mengendarai motornya untuk ke kantor sejak seminggu lalu.
"Saya masih masuk kayak biasanya, jam 07.30. Sebelum corona menyerang sih naik TJ, tapi sudah seminggu lebih bawa motor nih kira-kira 13 kilometer, dari rumah sampai ke kantor," ucap Bunga saat dihubungi.
Bukan hanya naik motor, Bunga juga melengkapi diri dengan kain penutup mulut dan hidung serta sarung tangan. Bunga mengaku, sampai saat ini ia tidak memiliki masker.
"Masker enggak (punya) nih. Masih nyari, belum dapat. Hand sanitizer pakai selalu. Puji Tuhan masih kebagian, minggu lalu beli," ucapnya.
Salah satu alasan mengapa Bunga tidak naik transportasi umum lantaran dirinya cemas bertemu orang lain.
"Super waswas, bingung, soalnya enggak bisa keciri orang kena (terpapar) sama enggak, apalagi yang baru-baru ini bilang, ada yang enggak ngerasain gejala apa-apa, tahunya positif Covid-19. Belum lagi cuaca ekstrem pagi panas, siang hujan, atau sebaliknya. Flu karena kehujanan atau flu karena virus enggak bisa dibedain kalau orang awam," kata Bunga.
"Makanya sekarang apa-apa usaha sendiri biar aman juga," sambungnya.
Perlu diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyerukan seluruh pelaku usaha dan perkantoran di Jakarta memberlakukan kebijakan work from home.
Hal itu tertuang dalam Seruan Gubernur Nomor 6 tahun 2020. Anies meminta, seluruh pekerja kantoran bekerja dari rumah selama 14 hari terhitung dari 23 Maret hingga 5 April 2020.
"Ini statusnya seruan tapi menegaskan bahwa seluruh kegiatan perkantoran untuk sementara waktu dihentikan, menutup fasilitas operasional, dan tidak melakukan kegiatan perkantoran tapi melakukan kegiatan di rumah," kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta yang disiarkan akun Facebook Pemprov DKI, Jumat lalu.
Bagi perusahaan yang tidak dapat menerapkan aturan work from home, Anies meminta mereka untuk mengurangi jumlah karyawan yang bekerja dan waktu operasional.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/23/18363651/cerita-karyawan-pergi-ke-kantor-di-tengah-pandemi-covid-19-atur-strategi