DEPOK, KOMPAS.com - Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan bahwa ada sekitar 20 perusahaan besar, termasuk di antaranya memiliki pabrik, yang beroperasi di Depok, Jawa Barat.
Dari jumlah itu, separuh di antaranya menyanggupi ketentuan mempekerjakan pegawainya dari rumah. Sedangkan separuhnya lagi masih beroperasi dengan mempekerjakan pegawainya langsung di tempat kerja.
Idris mengklaim, pihaknya tersandung masalah kewenangan buat menindak perusahaan-perusahaan tersebut.
"Masalahnya itu tadi kesepakatan dan otoritas. Otoritas pemberhentian, kompensasi terhadap perusahaan, dari (pemerintah) pusat," jelas dia kepada wartawan, Selasa (14/4/2020).
Sebagai contohnya Idris menyebutkan, perusahaan PT X (bukan nama sebenarnya) bergerak di bidang produksi elektronika.
Perusahaan ini tak termasuk dalam 11 sektor bisnis yang diizinkan beroperasi normal selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Namun, PT X tetap beroperasi normal dengan alasan jika operasional pabrik dihentikan karena para pegawai tak boleh ngantor, maka produksi perusahaan akan anjlok.
"Nah ini dikhawatirkan justru malah akan terjadi penutupan nantinya. Yang bisa melakukan ini, membahas, mengkritik adalah pemerintah pusat, bukan daerah," ungkap Idris.
"Daerah bisanya hanya tadi, memantau. Yang dilakukan oleh PT X akhirnya pembatasan produksi dan shift (kerja) ditambah," ujar dia.
Sebagai informasi, PSBB di Depok akan resmi berlaku mulai Rabu (15/4/2020) hingga Selasa (28/4/2020) dengan opsi perpanjangan.
Secara umum, selama PSBB, "dilakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja atau kantor".
Sebagai gantinya, tempat kerja wajib menggantinya dengan aktivitas bekerja di rumah.
Akan tetapi, terdapat beberapa instansi yang dikecualikan dari kewajiban "meliburkan" pegawai, yang diatur dalam Pasal 10.
Pengecualian pertama yakni bagi instansi pemerintahan berdasarkan aturan kementerian terkait.
Pengecualian kedua yakni bagi BUMN atau BUMD yang ambil peran dalam penanganan Covid-19 dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, mengikuti aturan dari Kementerian atau pemerintah daerah.
Pengecualian ketiga, yakni bagi 11 sektor usaha yang bergerak pada sektor kesehatan, pangan, energi, komunikasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar dan utilitas publik/industri vital, serta kebutuhan sehari-hari.
Pengecualian keempat yakni bagi organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor kebencanaan dan sosial.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/15/12093931/pemkot-depok-tersandung-kewenangan-untuk-tindak-pabrik-yang-masih